TIKTAK.ID – Menteri Luar Negeri Palestina mengatakan pada Selasa (22/9/20) bahwa Palestina menyatakan mundur dari kursi Ketua Pertemuan Liga Arab. Palestina juga mengutuk kesepakatan Arab untuk membangun hubungan formal dengan Israel sebagai sebuah tindakan yang tidak terhormat.
Warga Palestina melihat kesepakatan yang ditandatangani Uni Emirat Arab dan Bahrain dengan Israel di Washington seminggu lalu sebagai sebuah pengkhianatan terhadap perjuangan mereka dan pukulan bagi upaya mereka untuk mendirikan negara merdeka di wilayah yang diduduki Israel, tulis Al Jazeera.
Awal bulan ini, Palestina gagal membujuk Liga Arab untuk mengutuk negara-negara yang melanggar dan mulai menormalisasi hubungannya dengan Israel.
Palestina seharusnya memimpin pertemuan Liga Arab selama enam bulan ke depan, tetapi Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki mengatakan pada konferensi pers di kota Ramallah, Tepi Barat bahwa mereka tidak lagi menginginkan posisi itu.
“Palestina telah memutuskan untuk mengakui haknya untuk memimpin Dewan Liga [Menteri Luar Negeri] pada sesi saat ini. Tidak ada kehormatan melihat orang Arab terburu-buru memutuskan untuk normalisasi selama masa kepresidenannya,” kata Maliki.
Dalam sambutannya, dia tidak menyebut secara spesifik UEA dan Bahrain, negara-negara Teluk Arab yang memiliki cara pandang yang sama dengan Israel terhadap Iran. Dia mengatakan Sekretaris Jenderal Liga Arab, Ahmed Aboul Gheit telah diberitahu tentang keputusan Palestina itu.
Kepemimpinan Palestina menginginkan negara merdeka berdasarkan perbatasan de facto sebelum perang 1967, dengan Israel menduduki Tepi Barat dan Jalur Gaza dan mencaplok Yerusalem Timur.
Negara-negara Arab telah lama menyerukan penarikan Israel dari tanah yang diduduki secara ilegal, solusi yang adil bagi pengungsi Palestina dan penyelesaian yang mengarah pada pembentukan negara Palestina yang layak dan merdeka, sebagai imbalan untuk menjalin hubungan dengannya.
Dalam langkah baru menangani perpecahan internal di Palestina, pejabat dari faksi Fatah, Presiden Mahmoud Abbas yang berbasis di Tepi Barat dan gerakan Hamas yang berbasis di Gaza akan mengadakan pembicaraan rekonsiliasi di Turki pada Selasa nanti.
Hamas merebut Jalur Gaza pada 2007 dari pasukan Fatah selama pertempuran singkat. Perbedaan atas pembagian kekuasaan telah menunda implementasi kesepakatan persatuan yang disepakati sejak saat itu.