
TIKTAK.ID – Presiden Joko WIdodo (Jokowi) meminta Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengawal penuntasan kasus korupsi besar. Permintaan tersebut disampaikan saat Mahfud MD menghadap Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/12/19).
Dalam pertemuan tersebut, Mahfud MD mengaku melaporkan kegiatan dan program rutin sebagai Menko Polhukam.
“Presiden menekankan pemberantasan korupsi di berbagai sektor supaya lebih efektif ke depannya,” ujar Mahfud, dilansir Kompas.com.
Baca juga: Viral, Penyelundupan Harley Davidson Hingga Dugaan Prostitusi di Maskapai Garuda Indonesia
Bapak tiga anak itu mengatakan, masih banyak sekali kasus besar yang belum terjamah. Untuk itu, Jokowi memerintahkan Mahfud mengawal pemberantasan korupsi dengan sungguh-sungguh.
Selain itu, pria kelahiran Sampang, Madura itu juga melapor ke Jokowi soal perkembangan Tim Saber Pungli, Bakamla dan rencana menghidupkan lagi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Dengan menghidupkan komisi itu, Mahfud berharap dapat menyelesaikan kasus pelanggaran HAM pada masa lalu yang macet.
“Karena sudah belasan tahun reformasi, kita ingin menyelesaikan masalah HAM masa lalu,” kata Mahfud.
Adapun KKR sebelumnya telah diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2004. Namun, pada 2006, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie membatalkan perundangan tersebut. Pasalnya, undang-undang ini dianggap tak memiliki konsistensi sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
MK kemudian meminta agar UU KKR bisa sejalan dengan UUD 1945 dan menjunjung tinggi prinsip hukum humaniter dan hukum HAM kembali dibentuk.
Baca juga: Sindir Prabowo yang Keliru Menilai Investor China, Demokrat: Jadi Ingat Waktu Gebrak-Gebrak Podium!
Berdasarkan laman dpr.go.id, KKR pernah masuk dalam Prolegnas 2 Februari 2015. Bahkan perundangan itu sudah masuk di tingkat II, yaitu menunggu pengambilan keputusan RUU menjadi UU oleh Rapat Paripurna atau persetujuan RUU menjadi UU. Namun, karena alasan yang tidak jelas, Rancangan Undang-Undang (RUU) KKR itu tak kunjung disahkan.
Menurut Mahfud, pemerintah telah memetakan masalah-masalah pelanggaran HAM masa lalu yang sebagiannya sudah diadili. Dia menjelaskan terdapat banyak pelanggaran HAM masa lalu yang sulit diungkap sebab pelaku maupun korban serta saksi-saksi sudah tidak ada.
“Bagaimana misalnya kalau diminta visum korban tahun 84? Siapa yang mau visum? Petrus (penembak misterius) itu kan sudah tidak ada bukti, saksi-saksi, pelaku. Seperti itu yang akan dituntaskan,” ucap Mahfud.