
TIKTAK.ID – Media Iran pada pekan lalu melaporkan bahwa seorang pengusaha AS-Iran bernama Emad Shargi telah ditangkap karena mencoba melintasi perbatasan barat Iran secara ilegal.
Dilansir BBC, Juru Bicara Pengadilan Iran Gholamhossein Esmaili mengatakan telah menangkap seorang berkewarganegaraan ganda AS-Iran dengan tuduhan sebagai mata-mata yang berusaha kabur dari negara itu.
Insiden ini bisa memperumit rencana Presiden AS yang baru, Joe Biden untuk terlibat kembali secara diplomatis dengan Iran.
Pendahulunya, Donald Trump melakukan kampanye “Tekanan Maksimum” terhadap Pemerintah Teheran berupa sanksi ekonomi yang melumpuhkan.
Trump ingin memaksa para pemimpin Iran untuk merundingkan kembali kesepakatan nuklir 2015 yang ditinggalkannya secara sepihak pada 2018. Namun Iran dengan tegas menolak untuk tunduk dan melakukan apa yang dikehendaki Amerika.
Biden mengatakan bahwa dirinya terbuka untuk bergabung kembali dengan perjanjian itu dan mengurangi sanksi jika Iran kembali ke kepatuhan penuh. Namun, Iran justru memberikan syarat jika AS ingin kembali bergabung dengan kesepakatan nuklir 2015 lagi maka AS harus melakukan pencabutan sanksi.
Iran telah menahan beberapa warga negara dengan passport ganda AS-Iran dalam beberapa tahun terakhir karena mereka telah melakukan kegiatan mata-mata.
Dalam konferensi pers pada Selasa (26/1/21), Esmaili menanggapi pertanyaan tentang penangkapan warga AS-Iran itu.
Dia menjawab bahwa hukum Iran tidak mengakui kewarganegaraan ganda, tetapi bahwa “terdakwa telah dibebaskan dengan jaminan … dan ditangkap ketika dia mencoba meninggalkan negara itu”.
Orang ini “sebelumnya menghadapi dakwaan sebagai mata-mata dan mengumpulkan informasi untuk negara asing”, tambahnya.
Awal bulan ini, kantor berita Iran’s Young Journalists ‘Club (YJC) melaporkan bahwa Emad Shargi, yang dikatakan bekerja di sebuah perusahaan modal ventura Iran bernama Sarava Holding, telah ditangkap setelah “mencoba melarikan diri secara ilegal dari perbatasan barat Iran”.
YJC mengatakan dia sebelumnya telah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena “spionase dan pengumpulan data intelijen militer”, tetapi telah dibebaskan dengan jaminan sebelum naik banding.