TIKTAK.ID – Kelompok Human Right Watch (HRW) mendesak Presiden terpiliih AS, Joe Biden harus mampu membawa “perubahan mendasar” kebijakan AS terkait hak asasi manusia dan mengizinkan investigasi kejahatan yang dilakukan Presiden Donald Trump.
Dilansir Associated Press, Direktur Eksekutif HRW Kenneth Roth pada Rabu (13/1/21) mengatakan bahwa drinya berharap Biden berupaya untuk meningkatkan hak asasi manusia di AS yang selama kepemimpinan Trump sebagian besar ditimpakan ke negara lain.
“Setelah empat tahun ketidakpedulian Trump dan sering kali memusuhi hak asasi manusia, termasuk memprovokasi serangan massa terhadap proses demokrasi di Capitol, kemenangan Biden memberikan kesempatan untuk perubahan mendasar,” kata Roth.
Komentar tersebut muncul ketika HRW meluncurkan “Laporan Dunia 2021” tahunannya yang mencatat keprihatinan tentang hak asasi manusia di lebih dari 100 negara di seluruh dunia.
Pemerintahan Trump sangat blak-blakan jika menyebut pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan di negara-negara seperti Venezuela dan khususnya China, bahkan menuntut Beijing untuk bertanggung jawab atas tindakan kerasnya di Tibet, Hong Kong, dan wilayah Xinjiang barat.
Namun di sisi lain, Trump malah menarik Amerika Serikat keluar dari Dewan Hak Asasi Manusia yang didukung PBB lebih dari dua tahun lalu, dengan menuduh Badan itu memiliki bias anti-Israel.
Di bawah kepemimpinan Trump, “kecaman AS terhadap hak asasi manusia di negara-negara seperti Venezuela, Kuba atau Iran berbanding terbalik dengan pujian paralel yang diberikan kepada negara-negara seperti Rusia, Mesir, Arab Saudi … atau Israel,” kata Roth.
“Singkatnya, Donald Trump adalah bencana bagi hak asasi manusia,” katanya, sambil bersikeras bahwa “akan naif” untuk berharap Presiden Biden sebagai obat untuk semuanya.
Dia mengatakan Biden juga harus “membiarkan keadilan menemukan jalannya sendiri sehubungan dengan Trump untuk menunjukkan bahwa presiden tidak lebih tinggi dari hukum, menolak alasan jargon “melihat ke depan, bukan ke belakang” yang digunakan Obama untuk mengabaikan tindakan penyiksaan yang terjadi pada pemerintahan Bush.
Roth mengatakan platform media sosial telah “melakukan hal yang benar, dan mungkin bahkan terlambat” untuk menutup akun Trump, dengan alasan bahwa Presiden AS tersebut telah menggunakannya untuk “mendorong gerakan supremasi kulit putih, yang menimbulkan kebencian, jelas untuk menyebarkan kebohongan tentang kemenangannya dalam pemilihan”.
“Tapi yang paling penting: Untuk memicu massa menyerang Capitol,” tambahnya.
Roth menyinggung istilah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres “tidak terlalu bagus” dalam hal hak asasi manusia, sebab Guterres tidak menyebut nama pelaku dan lebih sering berbicara untuk mengutuk pelanggaran hak secara lebih luas.
“Ujian sesungguhnya dari keefektifan Guterres adalah, tahukah Anda, apakah telinga seseorang merasakan panas dari komentarnya tentang hak asasi manusia?” katanya. “Dan umumnya jawabannya tidak, karena dia tidak menyebut nama siapa pun.”
Dia mengatakan berharap Pemerintah -terutama lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB- akan “menekan AS terhadap komitmennya yang lebih blak-blakan terhadap hak asasi manusia”.
China dan Rusia adalah dua dari anggota tersebut -dan mereka sering menghadapi pengawasan dan kritik terhadap kelompok advokasi seperti Roth.