
TIKTAK.ID – Kementerian Pertahanan (Kemenhan) angkat suara mengenai kabar adanya dugaan mark up pembelian senjata hingga lebih dari 1.000 persen yang disampaikan oleh adik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo.
Kepala Biro Humas Kemenhan, Brigjen Djoko Purwanto, membantah informasi tersebut. Ia memastikan tidak ada mark up proyek hingga lebih dari 1.000 persen.
“Mark up itu tidak ada, tidak ada itu yang Rp50 triliun itu,” ujar Djoko di Jakarta, beberapa waktu lalu, seperti dilansir Wartaekonomi.co.id.
Baca juga : Serangan ke Erick Thohir Makin Keras, Adian: Jokowi itu Presiden atau Pengantar Surat?
Karena tidak ada mark up, Djoko pun enggan mengomentari lebih jauh soal dugaan mark up tersebut. Ia mengaku belum mengetahui informasi soal mark up proyek yang disebut Hashim. Ia mengatakan baru akan menindaklanjuti apa yang sudah disampaikan Hashim.
“Itu kan Pak Hashim yang menyampaikan. Tapi dari kami belum monitor berita itu, nanti saya pelajari dulu,” terang Djoko.
Sebelumnya, Hashim mengungkapkan adanya mark up pembelian alutsista saat menggelar pertemuan dengan wartawan, Jumat (17/7/20). Ketika itu, ia mengklarifikasi tudingan nepotisme dalam ekspor benih lobster. Ia menyatakan kalau benar mau korupsi dan rakus, maka akan main di Kemenhan, bukan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Baca juga : Soal Isu Anaknya Mau Jadi Menteri Jokowi, Amien Rais: Nauzubillahiminzalik!!
Kemudian Hashim menceritakan bagaimana Prabowo membatalkan kontrak-kontrak alutsista di Kemenhan yang nilainya mencapai lebih dari Rp50 triliun. Menurutnya, proyek tersebut dibatalkan karena berbau korupsi; di-mark up sampai 1.250 persen.
Ia menyebut Prabowo membatalkan karena tak mau terlibat dalam kasus korupsi. Namun Hashim tak merinci proyek-proyek apa saja yang dibatalkan itu. Ia menyampaikan, anggaran itu kemudian dikembalikan Kemenhan ke Kementerian Keuangan.
Tidak hanya soal mark up, Kemenhan juga disorot Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena menjadi satu dari lima lembaga yang masuk temuan BPK atas penggunaan rekening pribadi dalam pengelolaan dana APBN. Hal itu disampaikan ketua BPK Agung Firman Sampurna, Selasa (21/7/20).
Baca juga : DKI Pecah Rekor Penambahan Kasus Covid-19, Anies Baswedan Malah Sangat Bersyukur. Lho?
Agung menyebut total temuan pengelolaan dana APBN dengan menggunakan rekening pribadi mencapai Rp71,78 miliar. Ia menilai hal itu tidak diperbolehkan dan dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana jika ditemukan kerugian negara.
Meski begitu, lanjut Agung, hingga saat ini belum ditemukan adanya indikasi kerugian negara. Pasalnya, belum ditemukan penyalahgunaan dari uang negara yang masuk ke rekening pribadi tersebut.