
TIKTAK.ID – Perang antara dua negara pecahan Uni Soviet, Armenia dan Azerbaijan pada hari kedua, Senin (28/9/20) mengakibatkan sedikitnya 21 orang tewas. Pertempuran di wilayah Nagorno-Karabakh itu dilaporkan melibatan kekuatan udara, rudal, dan senjata berat.
Perang yang pecah itu menghidupkan kembali kekhawatiran atas setabilitas di wilayah Kaukasus Selatan, koridor jalur pipa minyak dan gas yang memasok pasar dunia, tulis Reuters.
Setiap langkah yang menjurus ke konflik besar-besaran pasti akan menyeret kekuaan regional utama, Rusia dan Turki. Moskow dilaporkan memiliki aliansi pertahanan dengan Armenia, sementara Ankara mendukung kerabat etnis Turki di Azerbaijan.
Armenia yang mayoritas penduduknya beragama Kristen dan Azerbaijan yang sebagian besar adalah Muslim secara berkala mengalami konflik selama puluhan tahun di Nagorno-Karabakh, wilayah yang memisahkan diri dari Azerbaijan namun dijalankan oleh etnis Armenia.
Parlemen Armenia mengutuk apa yang mereka sebut sebagai “serangan milter berskala penuh” oleh Azerbaijan di Nagorno-Karabakh yang menerima sokongan dari Turki. Keterlibatan Ankara akan menambah risiko kawasan tidak stabil. Sementara Azerbaijan membantah sekutunya, Turki campur tangan dalam pertempuran itu.
Azerbaijan mengumumkan mobilisasi militer parsial, dan Menteri Luar Negerinya mengatakan enam warga sipil Azeri tewas dan 19 luka-luka. Seorang perwakilan Kementerian Pertahanan Armenia mengatakan 200 orang Armenia terluka, menurut laporan Interfax.
Nagorno-Karabakh melaporkan 15 lebih tentaranya telah tewas, sebelumnya mengatakan pada Minggu kemarin bahwa 16 prajuritnya tewas dan lebih dari 100 lainnya luka-luka ketika Azerbaijan menyerang.
Nagorno-Karabakh juga mengatakan telah memulihkan beberapa wilayah yang telah kehilangan kendali pada Minggu kemarin, dan mengatakan Azerbaijan menggunakan artileri berat untuk menyerang daerah-daerah tersebut.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan pasukan Armenia menembaki kota Terter Azeri di utara Nagorno-Karabakh.
Kantor berita Interfax mengutip Sekretaris Pers Kementerian Pertahanan Azerbaijan, Anar Evyazov, yang mengatakan bahwa militer Azeri menduduki beberapa posisi ketinggian yang secara strategis sangat penting di dekat desa Talish di Karabakh.
“Rudal, artileri, dan serangan udara ditembakkan ke posisi musuh, yang memaksa musuh untuk menyerahkan posisi yang dikuasainya,” katanya, menambahkan bahwa beberapa ketinggian strategis penting di sekitar desa Talish telah diambil alih.
Evyazov juga mengatakan Komandan Batalion penyerangan lintas udara militer Armenia, Lernik Babayan tewas di dekat Talish. Namun sangat mustahil untuk segera memverifikasi laporan tersebut saat ini.
Bentrokan tersebut telah memicu gencarnya diplomasi.
China mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri. Sementara Rusia menyerukan gencatan senjata segera dan Turki mengatakan akan mendukung Azerbaijan.
Di bawah hukum internasional, Nagorno-Karabakh diakui sebagai bagian dari Azerbaijan. Tetapi etnis Armenia yang merupakan mayoritas penduduk menolak pemerintahan Azeri.
Mereka menjalankan urusan mereka sendiri, dengan dukungan dari Armenia, sejak Nagorno-Karabakh memisahkan diri dari Azerbaijan dalam konflik yang meletus ketika Uni Soviet runtuh pada tahun 1991.
Meskipun gencatan senjata disepakati pada 1994, Azerbaijan dan Armenia masih sering saling menuduh melakukan serangan di sekitar Nagorno-Karabakh dan di sepanjang perbatasan Azeri-Armenia yang terpisah.
Sedikitnya 200 orang tewas dalam gejolak konflik antara Armenia dan Azerbaijan pada April 2016. Sedikitnya 16 orang tewas dalam bentrokan Juli lalu.