
TIKTAK.ID – Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayeeh pada Senin kemarin mengatakan bahwa Selasa 15 September 2020 menjadi “hari hitam dalam sejarah negara-negara Arab”.
Pernyataan itu disampaikan terkait rencana negara Teluk, Uni Emirat Arab dan Bahrain menandatangani kesepakatan normalisasi dengan Israel di Gedung Putih.
Palestina bahkan pada pekan lalu gagal membujuk Liga Arab untuk mengutuk negara-negara Arab yang segera melakukan normalisasi dengan rezim penjajah negara Palestina, Israel. Ini membuat Palestina semakin merasa ditinggalkan oleh negara-negara Teluk Arab.
Shtayyeh mengatakan Palestina sekarang sedang memikirkan ulang apakah akan “menyesuaikan hubungan Palestina dengan Liga Arab”, dan melepaskan diri dari ketergantungan dengan negara-negara Arab.
“Ada sangat sedikit indikasi bahwa kepemimpinan (Palestina) sedang mempertimbangkan untuk melepaskan diri dari pendekatannya,” kata seorang analis dari International Crisis Group, Tareq Baconi kepada Reuters.
Strategi Palestina selama ini berpusat untuk meminta pertanggungjawaban Israel di pengadilan hukum internasional, dan mencoba untuk mematahkan dominasi Amerika Serikat atas proses perdamaian Israel-Palestina, kata Baconi.
“Dukungan Arab dan Eropa dalam strategi itu sangat penting, tetapi patut dipertanyakan, apakah Palestina akan mampu mengamankan tuntutannya ke tingkat yang dibutuhkan untuk memastikan perdamaian yang adil.”
Namun, terlepas dari tanda-tanda pergeseran dukungan negara-negara Arab kepada Palestina, Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat mengatakan bahwa strategi yang mendasari Palestina untuk mencapai kemerdekaan dari Israel dengan wilayah negara di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza tidak akan berubah.
“Untuk tetap pada dasar hukum internasional, legalitas internasional, untuk mencari perdamaian berdasarkan penghentian pendudukan Israel dan solusi dua negara … kita tidak dapat meninggalkan gelanggang ini,” katanya kepada Reuters.
Trump sendiri merasa frustrasi dengan penolakan Palestina untuk ikut ambil bagian dalam pembicaraan kesepakatan normalisasi Bahrain, UEA dengan Israel yang dipimpinnya di Gedung Putih. Dia telah berusaha merayu Presiden Mahmoud Abbas dan timnya, dan berharap Palestina akan melihat kesepakatan UEA dan Bahrain sebagai insentif untuk kembali berunding.
Selama lebih dari dua tahun, menantu laki-laki Trump, Jared Kushner, telah mencoba agar Palestina tidak mengajukan banding kepada warga Palestina secara langsung. Kepada surat kabar Al-Quds pada 2018, dia mengatakan, “Dunia telah bergerak maju sementara Anda tertinggal. Jangan biarkan konflik kakek Anda menentukan masa depan anak-anak Anda.”
Kepemimpinan Palestina pada awalnya terlibat dengan pemerintahan Trump untuk pembicaraan perdamaian. Hingga, kata Erekat, “Mereka menyimpulkan bahwa orang-orang ini (AS) ingin mendikte solusi, bukan menegosiasikan solusi … merekalah yang menyimpang dari hukum internasional.”