
TIKTAK.ID – Bahrain akhirnya menjadi negara Teluk pertama yang mengikuti langkah Uni Emirat Arab untuk bersekutu dengan Israel. Keputusan ini diumumkan pada Jumat (11/9/20) kemarin, dan membuktikan bahwa negara-negara Arab mulai mengkhianati perjuangan Palestina untuk merdeka dari penjajahan Israel.
Kesepakatan itu merupakan langkah lain yang diimpi-impikan kelompok konservatif Amerika dan Israel untuk memenangkan pengakuan Arab atas negara Yahudi itu, tanpa harus mengakui Palestina sebagai negara merdeka, tulis France24.
Pengumuman itu, disampaikan beberapa minggu setelah Uni Emirat Arab juga mengatakan akan mengakui negara Israel, yang dipicu oleh meningkatnya ketegangan dengan Iran, musuh bebuyutan bagi Israel dan pemerintahan Trump.
Bahrain, merupakan sebuah kerajaan yang bergantung kepada Amerika Serikat, yang menempatkan Armada Kelima di pulau kecil di Teluk. Trump mengambil langkah terbalik dari pendahulunya Barack Obama dengan menjual senjata ke Bahrain meskipun, negara itu memiliki masalah terkait hak asasi manusia.
Trump juga mendorong Kerajaan itu untuk memperkuat hubungan tidak resmi dengan Israel, dengan menantu Trump Jared Kushner tahun lalu meluncurkan rencana Pemerintah Timur Tengah di Manama.
Direktur program Timur Tengah di lembaga pemikir Dewan Atlantik, Will Wechsler mengatakan bahwa orang-orang Arab di Teluk juga bereaksi terhadap penarikan Amerika dari peran kepemimpinannya, yang menurut mereka “sangat memprihatinkan”.
Dengan pusat kekuatan Arab bersejarah seperti Kairo, Damaskus, dan Baghdad terfokus ke dalam negara masing-masing, maka negara-negara Teluk semakin khawatir dengan pengaruh pemain non-Arab -seperti Iran, Turki dan Rusia. Padahal Amerika sendiri juga jelas-jelas non-Arab.
“Apa yang Anda lihat sekarang adalah munculnya koalisi baru untuk dapat menangkis partai-partai itu,” kata Wechsler.
“Israel dan Teluk Arab bukanlah sekutu alami. Ada perbedaan budaya, tetapi mereka semua sedang diatasi sekarang karena mereka berbagi persepsi dalam geopolitik dan peluang, terutama ekonomi,” katanya.
Otoritas Palestina menyebut perjanjian oleh Bahrain sebagai sebuah “pengkhianatan”, sebuah “tikaman dari belakang” di tengah kekhawatiran mereka akan kehilangan dukungan dari negara-negara Arab untuk kemerdekaan Palestina dari penjajahan Israel.