
TIKTAK.ID – Gencatan senjata antara Armenia dan Azerbaijan yang berlaku sejak Sabtu siang kemarin tak sepenuhnya dilaksanakan pada akhir pekan ini, kata Arayik Harutyunyan, pria yang memplokamirkan diri sebagai Presiden Republik Artsakh (Nagorno-Karabakh).
Tidak ada penembakan terjadi di Ibu Kota Republik Artsakh yang tidak dikenal (Nagorno-Karabakh) semalam dari Minggu hingga Senin ini, kata seorang koresponden Sputnik.
Pada Senin (12/10/20) pagi, sirene serangan udara sempat berbunyi di Stepanakert sekitar lima menit, mulai dari sekitar pukul 7:27 waktu setempat, menurut seorang koresponden Sputnik. Dia menjelaskan bahwa kemungkinan ada drone pengintai yang terlihat oleh radar.
Saksi mata setempat mengatakan bahwa dua atau tiga ledakan terdengar di suatu tempat yang jauh dari kota.
Pada pagi ini dikatakan bahwa Azerbaijan melanjutkan sejumlah tembakan dengan menggunakan artileri, namun berhasil dihalau oleh unit Tentara Pertahanan Artsakh.
Selama akhir pekan, otoritas Nagorno-Karabakh mengatakan bahwa dua kota telah dibom oleh Azerbaijan meskipun gencatan senjata aktif ditengahi oleh Rusia. Sementara Azerbaijan mengklaim bahwa kota Ganja diserang dengan rudal dari wilayah Armenia, namun tuduhan itu dibantah keras oleh Armenia.
Azerbaijan juga menuduh Armenia melakukan serangan ke wilayah Agdam. “Wilayah-wilayah Agdam menjadi sasaran penembakan pasukan pertahanan Armenia,” kata Kementerian Azerbaijan.
Sementara, Kantor Pembela Hak Asasi Manusia Artsakh mengatakan bahwa setelah berlakunya perjanjian gencatan senjata pada 10 Oktober pukul 12:00, setidaknya 5 warga sipil tewas di Artsakh akibat serangan angkatan bersenjata Azerbaijan, tulis Armenpress.
Setidaknya 4 warga sipil ditembak mati oleh unit subversif Azerbaijan yang menyusup ke kota Hadrut sebelum tengah hari. Mereka adalah Misha Movsisyan (penyandang cacat), ibunya Anahit Movsisyan, Never Grigoryan dan Artyom Mirzoyan. Ada informasi awal bahwa ada korban sipil lainnya di Hadrut.
Pada malam harinya, Angkatan Bersenjata Azerbaijan kembali melancarkan serangan rudal ke kota dan desa Artsakh, termasuk Stepanakert, Martuni, Shushi. Akibatnya, Pargev Sadyan (75 tahun) tewas di bawah reruntuhan rumahnya, sementara seorang wanita berusia 65 tahun terluka di desa Shosh.
Bentrokan di sepanjang jalur kontak Republik Nagorno-Karabakh yang disengketakan meletus pada akhir September dan pertempuran telah berlangsung sejak saat itu, menyebabkan ratusan orang tewas di pihak Armenia dan Azerbaijan.
Rusia kemudian menawarkan untuk menjadi penengah pertikaian dua negara itu dan diterima oleh keduanya. Sehingga sejak Jumat kemarin, pembicaraan perdamaian terjadi di Moskow.
Selanjutnya Menteri Luar Negeri Armenia, Azerbaijan dan Rusia menyetujui gencatan senjata kemanusiaan, namun, pihak-pihak yang bertikai berulang kali saling menuduh melanggar gencatan senjata tersebut.