
TIKTAK.ID – Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut UU Cipta Kerja.
Hal itu menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
“Walaupun Mahkamah Konstitusi menyebut UU Ciptaker masih berlaku sampai dua tahun ke depan, demi tegaknya konstitusi. Saya ulangi, demi tegaknya konstitusi, kami menyarankan Presiden Joko Widodo supaya mengeluarkan Perppu untuk mencabut UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” ujar Gatot dalam pernyataannya di kanal YouTube Refly Harun, Senin (29/10/21), seperti dilansir Liputan6.com.
Baca juga : Stafsus Presiden Ungkap Betapa Jokowi Peduli dan Perjuangkan Kemerdekaan Palestina
Kemudian Gatot mendesak Pemerintah agar memiliki pandangan terbuka soal penolakan masyarakat terhadap UU Cipta Kerja. Dia menilai penolakan rakyat harusnya bisa dilihat Pemerintah sebagai bentuk pengawasan publik terhadap kinerja rezim, bukan malah dipandang sebagai ancaman bagi penguasa.
Menurut Gatot, gelombang aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja adalah konsekuensi dari sikap keras Pemerintah yang kukuh memberlakukan omnibus law tersebut. Dia pun menganggap para demonstran yang ditangkap ketika menggelar aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja, baik sebelum disahkan maupun sesudahnya, adalah wujud arogansi Pemerintah dalam penegakan hukum.
“Dengan dikeluarkannya keputusan MK, maka presiden seharusnya bisa segera menghentikan proses peradilan (abolisi) terhadap aktivis KAMI dan aktivis lainnya yang masih dalam proses peradilan,” terang Gatot.
Baca juga : Wow, Novel Baswedan Siap Audit Bisnis PCR Luhut dan Erick Thohir
Lebih lanjut, Gatot mengimbau Pemerintah untuk memulihkan nama baik mereka yang ditangkap lantaran menolak UU Cipta Kerja.
Seperti telah diberitakan, MK memutuskan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
“Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan,” jelas Ketua MK, Anwar Usman saat membacakan amar putusan, pada Kamis (25/11/21).