Format Debat Capres Berubah, KPU Bantah Dugaan Intervensi Pihak Luar

TIKTAK.ID – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, buka suara terkait dugaan adanya intervensi pihak luar dalam penetapan format debat calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) di pemilihan presiden atau Pilpres 2024 mendatang.
Idham menilai dalam demokrasi, kritik merupakan sesuatu yang wajar. Namun dia menyebut ada hal yang menurutnya tidak dapat dilupakan, yaitu prinsip keterbukaan. Dia memaparkan bahwa dalam pemilihan umum terdapat sebelas prinsip yang diatur undang-undang, di antaranya keterbukaan.
“Penyelenggaraan debat ini dilaksanakan menggunakan prinsip keterbukaan,” ujar Idham melalui sambungan telepon, pada Sabtu (2/12/23), seperti dilansir Tempo.co.
Baca juga : Anies Janji Kembalikan Pegawai KPK yang Pernah Tersingkir di 2021 Jika Terpilih Presiden
Kemudian terkait keterbukaan, Idham mencontohkan dari proses pendaftaran sampai debat ditampilkan di panggung.
“Di mana semua mata pemilih di seluruh Indonesia dapat menyaksikan secara langsung,” ucap Idham.
Ketua Divisi Teknis KPU tersebut mengeklaim para penyelenggara Pemilu bekerja secara mandiri. Dia pun mengaku bakal meluruskan informasi yang beredar di luar. Dia juga menegaskan bahwa informasi soal diintervensi itu tidak faktual.
Baca juga : Mahfud MD Tanggapi Perubahan Mekanisme Debat Capres
Sebelumnya, Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, sempat mencuriga adanya interversi dari pihak luar dalam penetapan format debat Capres-Cawapres. Halili mempermasalahkan keputusan KPU yang mengubah format debat Capres-Cawapres pada pemilihan presiden atau Pilpres 2024, berbeda dengan Pemilu 2019.
Lima kali debat Pilpres ketika itu terdiri atas tiga kali debat antarCapres dan dua kali antarCawapres. Semua debat tersebut dihadiri secara bersamaan pasangan Capres-Cawapres.
“KPU semakin menebalkan kecurigaan publik. Patut diduga ia tunduk terhadap intervensi kekuatan politik eksternal mereka,” ungkap Halili dalam keterangan tertulis, pada Sabtu (2/12/23).
Baca juga : Najwa Shihab Bagikan Tips Hadapi Pemilu 2024 untuk Anak Muda
Menurut Halili, dari sisi hak konstitusional, warga negara atau publik dirugikan lantaran mereka tidak diberikan ruang untuk mendapatkan referensi memadai mengenai figur kepemimpinan otentik, baik Capres maupun Cawapres, sebelum rakyat menentukan pilihannya di bilik suara pada 14 Februari 2024.
“Dalam konteks itu, KPU sudah mempertaruhkan kredibilitas penyelenggaraan Pemilu sebagai salah satu pilar utama demokrasi,” tegas pengajar politik pada Fakultas Ilmu Sosial, Hukum, dan Ilmu Politik Universitas Negeri Yogyakarta tersebut.