
TIKTAK.ID – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengungkapkan dirinya kerap berkonsultasi dengan Kementerian terkait pemilihan jajaran direksi di perusahaan pelat merah. Ia mencontohkan, saat menunjuk direksi BUMN Karya, dia harus berkonsultasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono.
“Kita melibatkan menteri terkait (dalam pemilihan direksi BUMN). Sebab, tidak mungkin (direksi) BUMN Karya tidak punya hubungan baik dengan Menteri PUPR,” ujar Erick dalam acara Ngopi Yuk, seperti dilansir Tribunnews.com, Kamis (18/6/20).
Selain itu, Erick menyatakan dalam pemilihan direksi BUMN, ia juga mendengar masukan dari pihak swasta.
Baca juga :
“Saya mendengar pasar, kalau membangun ekosistem yang baik ya harus diterima pasar,” imbuhnya.
Lebih lanjut, mantan bos Inter Milan itu juga mengaku tak takut jika mendapat ancaman dalam pemilihan atau pencopotan direksi BUMN.
“Saya tidak takut diancam-ancam, karena loyalitas saya jelas kepada Presiden. Kedua, kita membangun sistem transparan agar lima tahun lagi BUMN bisa berubah,” tegas Erick.
Baca juga :
Sebelumnya, anggota DPR sekaligus Sekjen PENA 98 Adian Napitupulu mengkritik Erick mengenai utang BUMN. Ia menyebut utang itu lebih besar dari utang Malaysia.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade menduga kritikan Adian terkait dengan persoalan jatah kursi Komisaris BUMN.
“Di komisi VI kami mendengar rumor bahwa Bung Adian memberikan usulan nama-nama ke Menteri BUMN untuk posisi komisaris. Tetapi ini baru rumor yang kami dengar, bisa benar atau salah,” ucap Andre, Minggu (14/6/20).
Baca juga :
“Tidak tepat jika membandingkan utang BUMN sebesar Rp5.600 triliun dengan utang Pemerintah Malaysia yang disebut hanya Rp3.500 triliun,” lanjutnya.
Andre pun menganggap substansi kritikan Adian ke Erick salah alamat. Sebab, kata Andre, utang luar negeri sebuah negara lazimnya dihitung berdasarkan rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Lebih lanjut, Andre menjelaskan bahwa kenaikan utang BUMN yang signifikan itu terjadi pada periode 2016-2018, bukan era sekarang. Selain itu, ia memaparkan alokasi dana Pemerintah yang sebesar Rp152 triliun tidak semuanya dalam bentuk Dana Talangan. Melainkan terdiri atas percepatan pembayaran utang Pemerintah ke BUMN, Penyertaan Modal Negara (PMN), dan Dana Talangan.