
TIKTAK.ID – Salah satu peserta acara Musyawarah Nasional ke-5 Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia di Jakarta, Sabtu (14/12/19), bertanya langsung kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengenai gaji guru honorer. Pertanyaan tersebut disampaikan dalam sesi tanya jawab, usai Nadiem menyampaikan materi berjudul “Pendidikan Berdaya Saing Global”.
Peserta itu menyampaikan banyaknya keluhan dari guru honorer yang digaji sangat kecil, yaitu Rp 300.000 per tiga bulan.
“Bagaimana kita bisa menuntut mereka memberikan yang terbaik untuk murid?” tanya peserta itu. Ia menegaskan, kesejahteraan guru harus diperhatikan.
Baca juga: Jokowi Ingin Bangun Kluster Pendidikan Tinggi Kelas Dunia di Ibu Kota Baru
Nadiem menjawab, kewenangan jumlah gaji guru honorer terletak pada Pemerintah Daerah (Pemda). Sedangkan Pemerintah Pusat bertugas merumuskan bersama beberapa kementerian.
“Mohon kesabaran,” pinta Nadiem dalam video resmi yang diunggah Kemendikbud pada Senin (16/12/19).
Nadiem pun membenarkan, guru-guru di Tanah Air tidak bisa merdeka tanpa kesejahteraan. Bahkan ia mengaku setiap hari mendapat ribuan komplain mengenai guru honorer. Namun, kata Nadiem, terdapat kompleksitas karena status sang guru diangkat oleh Kepala Sekolah.
Nadiem menjelaskan, sekolah punya Pemda dan ada dua jenjang. Pemda yang mengangkat PNS guru di daerah, sementara guru honorer diangkat sekolah. Maka persoalan pengangkatan dan penggajian guru honorer sebagai PNS semestinya juga menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.
“Bayangkan ribetnya,” tukas pendiri perusahaan Gojek itu.
Baca juga: Kala Nadiem Makarim ‘Ngajarin’ Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Belum lagi, lanjut Nadiem, SMA dan SMK milik Pemerintah Provinsi, sedangkan kewenangan pengelolaan SD dan SMP ada di Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, muncul kerumitan siapa yang harus membayar guru honorer.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, Nadiem menilai harus merumuskan dengan bekerja sama antara Pemda, Pemerintah Pusat, serta kementerian. Nadiem menegaskan hal itu bukan isu yang sederhana mengingat ia harus mengumpulkan berbagai macam instansi.
“Hal itu menjadi salah satu prioritas utama saya, tapi saya tidak bisa melakukan sesuatu karena harus mengumpulkan berbagai macam instansi terlebih dulu,” ucap Nadiem.
Sebagai catatan, dalam APBN 2019, pemerintah menganggarkan dana pendidikan sebanyak Rp 492,5 triliun (20% dari APBN senilai Rp 2,461 triliun). Anggaran tersebut dibagi menjadi transfer ke Pemerintah Daerah sebesar Rp 308,4 triliun (62,6%), belanja Pemerintah Pusat Rp 163,1 triliun (33,1%), serta pembiayaan Rp 21 triliun (4,3%).