TIKTAK.ID – Seorang perwira intelijen Australia ditemukan tewas di kompleks Russell di Canberra pada akhir tahun lalu, yaitu hanya sebulan setelah skandal terbesar dalam sejarah militer Australia terkuak ke publik. Laporan polisi pada saat itu menyatakan bahwa tak ada hal yang mencurigakan pada kematiannya, dan polisi menduga perwira itu meninggal bunuh diri.
Namun The Sunday Telegraph memiliki pandangan lain. Dalam laporannya, media itu menulis bahwa perwira itu diduga memiliki file data dalam hard drive yang terenkripsi tentang tindakan ilegal pasukan Australia di Afghanistan. Perwira itu diduga berencana merilis informasi rahasia tentang hal itu, seperti yang dilansir Sputniknews.
Data yang disimpan pada drive itu kemungkinan dapat mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di Afghanistan, di mana pasukan Khusus Angkatan Udara Australia dituduh membunuh 39 warga sipil dan tahanan.
“Dapat dipahami bahwa perwira intelijen akan membuat informasi itu terbuka untuk umum karena Laporan Brereton adalah perburuan sepihak yang keliru terhadap SAS untuk mencoba menenangkan orang Afghanistan,” kata sebuah sumber kepada surat kabar itu.
Menurut sumber itu, informasi di hard drive “akan banyak mengubah sikap dan opini publik tentang apa yang terjadi di Afghanistan”, jika dipublikasikan setelah Laporan Brererton menjadi berita utama pada November 2020.
Mantan “orang dalam” mengatakan kepada publikasi itu bahwa “tidak mengherankan komunitas intelijen mengelak untuk berbicara tentang bunuh diri salah satu orangnya”.
“Beginilah cara mereka mengubur kesalahan mereka,” katanya.
Dokumen kejahatan yang dipegang oleh Hakim Mahkamah Agung New South Wales dan Mayor Jenderal Cadangan Angkatan Darat, Paul Brereton menunjukkan bahwa setidaknya 25 tentara Australia terlibat dalam dugaan pembunuhan warga sipil dan tahanan di Afghanistan antara tahun 2005 dan 2016.
Ia merekomendasikan penuntutan 19 orang, beberapa di antaranya masih bertugas pada saat dibebaskan, sehingga militer Australia menetapkan setidaknya 13 tentara sehubungan dengan kasus tersebut.
Menyusul skandal tersebut, Panglima Angkatan Pertahanan Jenderal Angus Campbell meminta maaf kepada rakyat Afghanistan atas nama Angkatan Darat Australia, dengan mengatakan bahwa tindakan para prajurit yang terlibat dalam kejahatan yang dituduhkan adalah hal yang “memalukan” dan “pengkhianatan yang mendalam” terhadap militer Australia.