
TIKTAK.ID – Seorang pria di Prancis dijatuhi denda 10.000 Euro atau sekitar 167 juta rupiah setelah memasang baliho dengan gambar Presiden Prancis seperti pemimpin Nazi.
Pengadilan Prancis di kota Toulon memutuskan seorang mantan eksekutif periklanan berusia 62 tahun bersalah karena menghina Presiden Emmanuel Macron dengan menggambarkannya sebagai Adolf Hitler di papan iklan di Prancis selatan. Hukuman terhadap Michel-Ange Flory di-tweet pada Jumat (17/9/21), seperti yang dilaporkan Sputnik.
Poster di papan reklame itu muncul dua minggu setelah Macron mengumumkan pembatasan terbarunya terkait Covid-19, termasuk penerapan bertahap izin kesehatan virus Corona, wajib vaksinasi untuk tenaga kesehatan, dan penghentian pengujian Covid-19 secara gratis kecuali dengan resep dokter.
Flory mengatakan terkejut, menggambarkan keputusan pengadilan itu “tidak terduga”, dan bahwa “hak atas karikatur dikuburkan hari ini di Toulon”. Dia juga menambahkan bahwa dirinya akan mengajukan banding atas keputusan itu.
Menurut Euronews, Flory memiliki lebih dari 600 papan iklan di Var departemen selatan, dua di antaranya dia simpan untuk dirinya sendiri dan digunakan untuk menampilkan “tweet dalam 4X3”, seperti yang dia katakan.
Macron digambarkan, pada satu posternya yang dipasang pada Juli lalu, mengenakan seragam Nazi dengan kumis kecil, hanya beberapa hari setelah Pemerintah mengumumkan rencana untuk menerapkan apa yang disebut sebagai “pass kesehatan” Covid-19.
Tulisan dalam poster bahasa Prancis berbunyi: “Taati. Dapatkan vaksinasi.”
Flory membuat papan reklame lain, kali ini menggambarkan Macron sebagai pemimpin masa perang Prancis Philippe Petain, yang menyerah kepada Nazi pada tahun 1940, dan mengenakan topi khas yang sama. Terkait poster keduanya ini, aparat tengah melakukan investigasi.
Hukuman di Prancis karena “menghina presiden Republik” dicabut pada 2013, menyusul putusan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa yang mengutuk Prancis.
Kepala Negara Prancis dilindungi dari penghinaan dan pencemaran nama baik di publik dengan cara yang sama seperti warga negara biasa, bahkan jika dilakukan penuntutan, kadang-kadang dilihat sebagai serangan terhadap kebebasan berekspresi, jarang terjadi.
Jaksa Laurent Robert menyatakan di pengadilan bahwa Flory telah menunjukkan “niatan yang jelas untuk melakukan kerusakan” sebagai tanggapan atas keluhan dari partai LREM Macron atas poster tersebut, menurut AFP.
Di pengadilan, pria itu dilaporkan mengklaim bahwa dia memiliki “hak untuk menggunakan humor”, sementara pengacaranya dilaporkan mengatakan setelah putusan bahwa janji Macron untuk membela kebebasan berekspresi tidak “berlaku untuk pemimpinnya sendiri”.
Namun, ketika dalam masa penyelidikan, Flory memasang poster lain, kali ini membandingkan Macron dengan Louis XVI, raja terakhir Prancis, yang dipenggal pada tahun 1793.
Pemilik papan reklame itu pada minggu lalu mengumumkan bahwa sidangnya yang akan datang ibarat pertandingan tinju.