TIKTAK.ID – Dewan Keamanan PBB mengutuk pembunuhan reporter senior Al Jazeera, Shireen Abu Akleh dan menyerukan dilakukannya penyelidikan dengan segera atas kematiannya.
Langkah tersebut dilakukan menyusul protes pada Jumat (13/5/22) setelah polisi Israel memukuli para pelayat saat prosesi pemakaman Shireen. Polisi mengklaim bahwa mereka bertindak setelah dilempari batu.
Shireen, 51 tahun, ditembak mati di kepalanya saat melaksanakan peliputan serangan militer Israel di Jenin, Tepi Barat, pada Rabu (11/5/22), seperti yang dilansir BBC.
Kematian Shireen menyebabkan gelombang kemarahan.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Jumat kemarin, Dewan Keamanan mengatakan para anggotanya menyerukan “penyelidikan segera, menyeluruh, transparan, dan adil dan tidak memihak atas pembunuhan itu, dan menekankan perlunya memastikan akuntabilitas”.
Meskipun pernyataan itu menunjukkan kasus di Dewan Keamanan yang jarang terjadi terkait dengan Israel, laporan yang mengutip sumber-sumber diplomatik mengatakan terjadi negosiasi yang sulit mengenai isi teks tersebut.
China berhasil mendorong AS untuk menyingkirkan paragraf yang mencela pelanggaran yang dilakukan terhadap media secara global, membela kebebasan mereka dan mendesak perlindungan mereka saat meliput operasi militer, tulis kantor berita AFP. Sebaliknya teks itu mengatakan bahwa “wartawan harus dilindungi sebagai warga sipil”.
Selama pemakaman Shireen pada Jumat kemarin, peti jenazahnya yang disusung para pelayat hampir jatuh ketika polisi, beberapa menggunakan tongkat, menyerang para pelayat yang sedang mengusung jenazahnya.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, António Guterres mengatakan dia “sangat terganggu” oleh serangan pasukan Israel terhadap para pelayat dan perilaku polisi Israel.
Guterres juga mengatakan bahwa dia “tergerak oleh curahan simpati dari ribuan pelayat Palestina selama dua hari terakhir”, yang katanya merupakan “bukti” atas pekerjaan dan kehidupan Shireen.
Shireen, seorang warga Palestina-Amerika berusia 51 tahun, adalah seorang koresponden senior untuk saluran berita Al Jazeera Arabic dan telah melaporkan kekejaman Israel selama dua dekade.
Sebuah laporan awal oleh layanan penuntutan publik Palestina mengatakan satu-satunya sumber tembakan yang menewaskan wartawan pada Rabu adalah dari pasukan Israel, yang sedang melakukan serangan di kota Jenin.
Sebuah laporan sementara militer Israel pada Kamis mengatakan tembakan fatal itu bisa berasal dari “tembakan besar-besaran dari orang-orang bersenjata Palestina”, atau mungkin dari “beberapa peluru” yang ditembakkan oleh seorang tentara “ke seorang teroris yang menembaki kendaraannya”.
Namun, rekan Shireen, jurnalis Al Jazeera lainnya, Ali Samoudi yang ketika kejadian berada di lokasi bersama Shireen membantah klaim Israel, seperti yang dilaporkan Al Jazeera.
Ali yang juga tak luput dari sasaran tembak militer Israel saat itu, ia juga ditembak di punggungnya. Ali harus dilarikan ke rumah sakit dan kini kondisinya stabil.
“Kami akan merekam operasi militer Zionis dan tiba-tiba mereka menembaki kami tanpa meminta kami untuk pergi atau berhenti syuting,” kata Ali.
“Peluru pertama mengenai saya dan peluru kedua mengenai Shireen… tidak ada perlawanan militer Palestina sama sekali di tempat kejadian.”
Ini bukan pertama kalinya militer Israel membunuh wartawan. Dari catatan Kementerian Informasi Palestina, sejak 2000, sekitar 45 jurnalis tewas dibunuh militer Israel.