
TIKTAK.ID – Menurut Pendiri Integrity Law Firm, Denny Indrayana, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sulit dimakzulkan secara Politik maupun konstitusional. Sulitnya memenuhi syarat-syaratnya, juga disebabkan mayoritas partai politik di parlemen mendukung pemerintahan Jokowi.
Denny mengacu pada Pasal 7A UUD 1945 mengatur presiden bisa diberhentikan oleh MPR atas usul DPR jika terbukti melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau melakukan perbuatan tercela.
“Di sini saja prosesnya sudah berat, dengan oposisi yang tinggal PKS dan Partai Demokrat, dapat kita duga (usulan pemakzulan) bakal ditolak oleh DPR. Sehingga baru langkah pertama saja presiden sudah aman,” terangnya dalam diskusi daring pada Senin (1/5/20) dengan tema “Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Masa Pandemi Covid-19”.
Baca juga : Polisi Periksa 11 Saksi Kasus Bendera Merah Putih Berlogo Palu Arit di UNHAS
Misalkan DPR setuju usulan pemakzulan, tahapan selanjutnya berupa mengajukannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK) agar memeriksa dan mengadili tindak pidana yang dilakukan presiden. Ada tiga hal yang mungkin terjadi pada langkah tersebut: usulan ditolak, tak bisa diterima, dan mendengarkan pendapat DPR.
“Andai ditolak atau tak bisa diterima maka selesai. Kecuali tetap berkehendak mendengar pendapat DPR, maka itu kembali ke DPR lagi,” jelasnya.
Andai MK ternyata memutuskan presiden telah melakukan tindak pidana, maka tahap selanjutnya ialah sidang MPR.
Baca juga : Mahfud MD Minta Polisi Kejar Pelaku Teror Acara Diskusi Pemberhentian Presiden
“Di MPR belum tentu juga diberhentikan. Dapat saja keputusan MK tersebut dianulir MPR,” ungkap Denny.
Di samping itu, pemakzulan presiden kini kemungkinan besar tersandung oleh syarat kuorum di DPR dan MPR yang diatur dalam Pasal 7B ayat 3 UUD 1945. Pengajuan pemakzulan di rapat paripurna DPR mensyaratkan harus memperoleh dukungan dan dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga anggota.
“Mencapai ini saja telah setengah mati sebab koalisi Jokowi mayoritas mutlak. Andai tiada perubahan arah koalisi sulit terjadi pemberhentian presiden di periode sekarang,” lanjutnya.
Baca juga : Hadapi New Normal, Anies Baswedan Anjurkan Masker Jadi Seragam PNS
Syarat kuorum tersebut pun kian berat andai nantinya pemakzulan dibawa ke sidang paripurna MPR. UUD 1945 mengatur pemberhentian presiden di sidang MPR dapat terjadi andai dihadiri tiga perempat anggota MPR dan disetujui dua pertiga anggota.