
TIKTAK.ID – Menteri Sekretaris Negara, Pratikno menyampaikan bahwa Istana telah menerima surat dari Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Surat AHY itu terkait permintaan klarifikasi kepada Jokowi atas dugaan Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko ikut terlibat dalam upaya mengambil alih paksa kepemimpinan Demokrat. Akan tetapi, Pratikno mengatakan surat itu tidak perlu dibalas.
“Kami sudah menerima surat itu. Tapi kami rasa tidak perlu menjawab surat tersebut karena itu perihal dinamika internal partai. Itu merupakan perihal rumah tangga internal Partai Demokrat yang semuanya sudah diatur di dalam AD/ART,” ujar Pratikno, Kamis (4/2/21), seperti dilansir Tempo.co.
Baca juga : Kadiv Humas Polri Pastikan Jakarta Lockdown 12-15 Februari Hoaks
Sementara itu, cawe-cawe Moeldoko dalam kisruh internal Demokrat yang mendapat sorotan membuat gerah Jokowi.
Menurut sumber di pemerintahan, Jokowi telah menegur keras Moeldoko karena telah membuat gaduh di tengah kerepotan Pemerintah menangani pandemi virus Corona (Covid-19).
“Presiden lantas meminta Moeldoko untuk menghentikan ribut-ribut dengan Partai Demokrat,” ucap sumber itu, mengutip Koran Tempo edisi Jumat (5/2/21).
Usai ditegur oleh Jokowi, Moeldoko pun menggelar konferensi pers secara langsung di rumahnya, di kawasan Menteng, Jakarta, pada Rabu sore lalu. Padahal, Senin malam sebelumnya, Moeldoko sudah menyiarkan bantahan melalui konferensi virtual terkait tudingan akan mengkudeta AHY dari kursi Ketua Umum Demokrat.
Di sisi lain, politikus Partai Demokrat Rachland Nashidik mengkritik Jokowi yang enggan membalas surat AHY.
“Pak Jokowi apa mau cuci tangan? Jika benar begitu, seharusnya tidak boleh,” terang Rachland, seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (5/2/21).
Baca juga : Anies Masuk Jajaran ’21 Heroes 2021′ Sandingi Elon Musk, Bener Tuh?
Rachland menganggap Jokowi tidak seharusnya mengabaikan surat yang dikirim AHY. Ia menilai Jokowi perlu membalas surat tersebut untuk memberikan sinyal kuat bahwa praktik pengambilalihan paksa partai politik adalah tindakan yang tidak benar.
“Presiden sebaiknya memberi pesan kuat bahwa praktik ambil alih paksa partai politik itu salah dan buruk,” tutur Rachland.
Kemudian Rachland mengingatkan, praktik pengambilalihan secara paksa tak hanya menimpa Demokrat. Ia menyatakan hal serupa pernah menimpa PDI Perjuangan, partai asal Jokowi, beberapa waktu lalu.