
TIKTAK.ID – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman menyarankan agar Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) turut digelar di Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), hingga Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
“Saya sangat senang dengan adanya TWK di KPK. Kalau boleh, di kejaksaan, kepolisian, dan Kemenkumham, juga dilakukan hal yang sama. Dan juga harus ada anggarannya di sini, kalau bisa,” ujar Benny melalui rapat Komisi III, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (7/6/21), seperti dilansir CNN Indonesia.
Benny mengatakan bahwa TWK yang digelar di Polri, Kejagung, serta Kemenkumham tentu bukan untuk memecat orang tertentu. Ia menjelaskan, TWK itu memiliki tujuan membentuk pegawai yang profesional di masing-masing institusi tersebut.
“Tentu maksudnya bukan untuk memecat, atau memberhentikan yang tidak suka dengan kita. Melainkan benar-benar dalam rangka menjalankan fungsi secara profesional, supaya ada militansi,” terang Benny.
Benny juga mengklaim tidak mendengar satu pun kata ihwal agenda Tes Wawasan Kebangsaan. Kemudian Benny mengungkit pada zaman dulu ada agenda Reformasi Kultural di setiap institusi, yang dilanjutkan dengan Revolusi Mental ala Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Ini saya lihat tidak muncul lagi, jadi tolong itu dimasukkan kalau bisa,” imbuhnya.
Menanggapi usulan itu, Wakapolri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono menyatakan bahwa TWK sebetulnya telah diselenggarakan saat seseorang mengikuti tes masuk Korps Bhayangkara.
“Kemudian juga tadi mengenai bagaimana tes wawasan kebangsaan, sebenarnya setiap anggota Polri masuk itu sudah ada tes ini semua, Pak,” ucap Gatot.
Menurut Gatot, pihaknya memang tak pernah membuat anggaran khusus untuk TWK. Sebab, ia menilai tes serupa sudah masuk dalam setiap pendidikan dasar hingga kenaikan pangkat.
“Dalam setiap pendidikan itu sudah ada (TWK) maupun untuk kenaikan pangkat, juga sudah masuk dalam pembinaan profesionalisme anggota Polri,” jelasnya.
Seperti diketahui, polemik TWK terjadi di tubuh KPK usai sebanyak 75 pegawai dinyatakan tidak lulus mengikuti proses yang digelar dalam rangka alih status menjadi ASN itu.
Lantas 51 pegawai dinonaktifkan sejak awal Mei 2021 hingga hari ini. Sedangkan 24 pegawai lainnya masih dapat menjadi ASN, dengan syarat mau dibina ulang lewat pendidikan dan pelatihan bela negara.