TIKTAK.ID – Washington terus mempertahankan kehadiran militernya di Republik Arab di daerah kaya minyak yang dikendalikan oleh Kurdi, meskipun tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan hal tersebut. Pasukan Amerika dikerahkan ke wilayah tersebut tanpa izin dari Dewan Keamanan PBB atau undangan dari Pemerintah Damaskus.
Militer AS telah mengirimkan lebih dari seratus kendaraan dari wilayah Irak dalam dua kolom dan bergerak menuju provinsi Hasaka, seperti yang dilaporkan kantor berita SANA, mengutip sumber-sumber lokal dari wilayah al-Yaroubiya. Konvoi dilaporkan terdiri dari 100 truk yang membawa kontainer dengan kargo yang tidak diketahui, konon “bahan logistik”, dan truk kulkas, seperti yang dilansir Sputnik, Senin (29/11/21).
Konvoi pertama dilaporkan terdiri dari sekitar 60 kendaraan, sedangkan yang kedua sekitar 40 kendaraan. Mereka menyeberang ke wilayah Suriah dari Irak melalui penyeberangan ilegal al-Waleed, kata sumber SANA. Kedua konvoi bergerak di bawah perlindungan beberapa kendaraan lapis baja.
Militer AS dikerahkan ke Suriah dengan dalih memerangi Daesh atau ISIS, tetapi masih tetap bertahan di Suriah meskipun menyatakan organisasi teroris ISIS itu telah berhasil dikalahkan. Washington juga tidak memiliki mandat Dewan Keamanan PBB atau undangan dari Pemerintah terpilih di Damaskus untuk membenarkan pengerahan pasukannya di negara itu.
Damaskus, Teheran, dan Moskow telah berulang kali keberatan dengan keberadaan pasukan Amerika di Suriah, dan menyebut keberadaan pasukan AS di Suriah adalah ilegal.
Washington, pada gilirannya, mengklaim bahwa pasukannya tetap tinggal untuk mencegah sumber daya minyak lokal jatuh ke tangan teroris ISIS. Namun, Pemerintah Suriah bersikeras bahwa mereka bukan melindungi sumber minyak dari ISIS, namun justru terlibat dalam pencurian sumber daya minyak di negara itu.
Sebenarnya, pada Oktober 2019, setelah kekalahan kelompok teroris, mantan Presiden Donald Trump mengumumkan penarikan pasukan AS dari timur laut Suriah. Hal itu memicu serangan Turki di daerah itu terhadap SDF, yang telah lama dianggap oleh Ankara sebagai ancaman bagi keamanannya karena hubungan kepemimpinan YPG dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), sebuah kelompok yang dicap “teroris” oleh Turki.
Namun, menyusul kritik keras dari dalam dan luar negeri, Trump membatalkan penarikan itu dan berbalik setuju untuk mempertahankan pasukan AS di Suriah.