
TIKTAK.ID – Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kembali menjadi sasaran bully. Penyebabnya, tak lain adalah hujan deras yang mengguyur Jakarta jelang malam pergantian tahun hingga Rabu (1/1/19) pagi, yang membuat sejumlah wilayah di Jakarta terendam banjir.
Genangan air yang sampai setinggi lutut orang dewasa di beberapa wilayah ini membuat ibu kota lumpuh. Banyak jalanan tak bisa dilewati kendaraan. Bahkan, pool taksi Bluebird pun dikabarkan terlihat tak ubahnya kolam renang dengan mobil-mobil terendam.
Kejadian banjir di Jakarta hari ini mengingatkan pada upaya-upaya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi banjir. Di Jakarta sendiri, banjir sudah jadi masalah turun-temurun, bahkan sejak kota ini masih bernama Batavia.
Setiap gubernur DKI Jakarta dari masa ke masa, memiliki cara berbeda mengatasi banjir. Mengingat Jakarta yang tak hanya sebagai pusat pemerintahan, namun juga pusat bisnis.
Baca juga: Soal Banjir DKI, Anies: Kami Tanggung Jawab, Tak Ingin Salahkan Siapa pun
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan punya program andalan naturalisasi sebagai solusi banjir ibu kota. Dalam program naturalisasi, Anies berjanji tidak ada penggusuran dalam merevitalisasi sungai. Ia mengedepankan konsep naturalisasi, seperti tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.
Di dalam Pergub, naturalisasi didefinisikan sebagai cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, dan konservasi.
Salah satu penerapan naturalisasi di sungai adalah menggunakan bronjong batu kali untuk turap sungai. Penggunaan bronjong mengharuskan tebing sungai harus landai. Ini berbeda dengan konsep turap beton dalam normalisasi.
Karena tebing mesti landai, Pemprov DKI harus menyediakan lahan selebar minimal 12,5 meter masing-masing di kiri dan kanan sungai untuk membuat tebing.
Baca juga: Jokowi Minta BNPB, Pemprov dan SAR Bergerak Bersama Tangani Banjir
Dengan demikian, lebar lahan yang mesti tersedia, termasuk untuk daerah sempadan, 80-90 meter.
Selain itu, naturalisasi juga banyak dipraktikkan dengan menanami bantaran kali yang sudah bersih dan lebar dengan berbagai tanaman.
Sejak 2018, pelebaran sungai yang sebelumnya dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane di Sungai Ciliwung terhenti. Hal ini karena lahan yang dibebaskan untuk melanjutkan pelebaran sungai itu belum memadai.
Di Kali Krukut, pembebasan lahan juga terhenti. Sebelumnya, warga di bantaran Krukut sudah didata untuk pembebasan lahan. Namun, sejak 2018 tak ada kelanjutan program ini.
Halaman selanjutnya…