TIKTAK.ID – Bentrokan antarsuku di wilayah Darfur, Sudan menewaskan sedikitnya 48 orang dalam sebuah aksi kekerasan terbaru, tulis media Pemerintah.
“Korban tewas akibat serangan milisi di al-Geneina kemarin mencapai 48 orang,” kata kantor berita SUNA pada Minggu (17/1/21).
Laporan itu mengacu pada Ibu Kota Negara Bagian Darfur Barat dan mengutip cabang lokal dari serikat dokter negara itu, seperti yang dilansir Aljazeera.
Peristiwa berdarah yang terus berlangsung sejak Sabtu pagi itu, juga menyebabkan 97 orang lainnya luka-luka.
Bentrokan yang berawal pada Sabtu itu terjadi antara suku Massalit melawan pengembara Arab di al-Geneina, sekitar dua minggu setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Afrika mengakhiri misi penjaga perdamaian selama 13 tahun di Darfur.
Kekerasan berubah menjadi pertempuran yang lebih luas dengan melibatkan milisi bersenjata di daerah tersebut, yang menyebabkan beberapa bangunan, termasuk rumah, hangus terbakar.
Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok mengatakan di akun Twitter-nya pada hari itu bahwa dia telah memerintahkan delegasi “profil tinggi”, termasuk layanan keamanan, untuk dikirim ke Darfur Barat guna menindaklanjuti situasi tersebut.
Dari catatan PBB, wilayah Darfur yang luas adalah pusat konflik paling pahit yang meletus pada 2003, dan menyebabkan sekitar 300.000 orang tewas dan 2,5 juta orang mengungsi.
Pada saat itu, pertempuran meletus ketika pemberontak etnis minoritas bangkit melawan Pemerintah yang didominasi Arab di Khartoum. Pemerintah menanggapi dengan merekrut dan mempersenjatai milisi terkenal yang didominasi Arab yang dikenal sebagai “Janjaweed”.
Konflik utama telah mereda selama bertahun-tahun, namun bentrokan antara etnis dan suku masih berkobar secara berkala, sebagian besar mengadu domba penggembala Arab nomaden dengan petani menetap dari kelompok etnis non-Arab.
Kekerasan seringkali terjadi karena tanah dan akses ke air.
Sudan sendiri saat ini sedang mengalami transisi politik yang kacau setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir pada April 2019 dan mengakibatkan meletusnya protes massa menentang Pemerintah.
Pemerintah transisi, kini mengatur pembagian kekuasaan yang terdiri dari para jenderal dan tokoh sipil, telah mendorong untuk membangun perdamaian dengan kelompok pemberontak di zona konflik utama Sudan, termasuk Darfur.
Tetapi dua kelompok pemberontak menolak untuk bergabung dalam kesepakatan damai baru-baru ini, termasuk faksi Gerakan Pembebasan Sudan (SLM) yang dipimpin oleh Abdelwahid Nour, yang diyakini memiliki dukungan yang cukup besar di Darfur.