TIKTAK.ID – Pada pemilihan kepala daerah tahun ini, partai Gerindra tampaknya menuai hasil buruk. Sebab, hanya Gerindra yang masih belum merilis hasil resmi raihan kemenangan dalam Pilkada 2020 ini. Meski begitu, berdasarkan gambaran hasil quick count (hitung cepat), jagoan Gerindra banyak keok.
Pada pemilihan gubernur (Pilgub) Sumbar, pasangan Nasrul Abit-Indra Catri tertinggal dari jagoan PKS Mahyeldi-Audy. Di Tangerang Selatan, keponakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati, yang menjadi wakil calon wakil wali kota juga keok.
Kemudian di Kalimantan Selatan, Denny-Difriadi masih sengit dengan Sahbirin Noor-Muhidin. Di wilayah ini, Gerindra memang mempunyai kursi kedua terbanyak di DPRD setelah Golkar, dengan raihan 8 kursi. Sementara di Pilwalkot Surabaya, Machfud Arifin-Mujiaman juga kalah dari jagoan PDIP, Eri Cahyadi-Armuji.
Baca juga : Polri Siap Tindak Tegas Penyebar Hoaks Tewasnya Laskar FPI di Tol Cikampek
Merespons hal ini, pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno mengatakan kekalahan Gerindra di banyak daerah adalah bagian dari dinamika elektoral di daerah. Pasalnya, ia menyebut di daerah yang menjadi basisnya, Gerindra juga takluk.
Selain itu, Adi menyatakan ada efek dari perpindahan haluan politik Gerindra yang setelah Pilpres mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
“Namun yang paling mungkin, agak sedikit pasti sejak Gerindra berkoalisi dengan Pemerintah. Hal itu menjadi pukulan bagi pemilih tradisional dan pemilih-pemilih yang baru mengidentifikasi ke Gerindra,” ujar Adi, seperti dilansir Kumparan.com, Jumat (11/12/20).
Baca juga : Habib Rizieq Ditetapkan Tersangka dengan Ancaman Hukuman Enam Tahun Bui
Adi melanjutkan, banyak pemilih yang dulu mengidolakan Gerindra dan Prabowo, kini berubah karena kecewa. Menurutya, Gerindra dan Prabowo dianggap gagal sebagai simbol yang bisa diharapkan menjadi penyeimbang, serta aktor utama yang memberikan perimbangan kepada Pemerintah.
“Oleh sebab itu, usai memutuskan berkoalisi terus terang, maka itu membuat simpatisan dan loyalisnya katakanlah ilfeel. Dari situ, secara tidak langsung publik mulai berpaling dari Gerindra, karena suka tidak suka keputusan itu kan membuat orang kaget juga,” ucap Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) ini.
Adi menjelaskan, faktor lainnya yakni Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo juga ikut memengaruhi raihan Gerindra di Pilkada 2020. Apalagi, kata Adi, momentum penangkapan Edhy menjelang pencoblosan.