
TIKTAK.ID – Kepala Keamanan wilayah Hong Kong mengatakan bahwa kota itu membutuhkan undang-undang keamanan baru untuk mengatasi tindak “terorisme” yang berkembang akhir-akhir ini. Kepala keamanan Hong Kong John Lee menyebut bahwa kota itu kini “diselimuti bayang-bayang kekerasan”, tulis BBC, Senin (25/5/20).
Setelah berbulan-bulan sunyi tanpa aksi, akhir pekan ini gelombang protes baru muncul setelah Pemerintah Beijing mengusulkan undang-undang keamanan yang secara radikal akan mengubah status unik Hong Kong.
Pihak pro-demokrasi Hong Kong mengatakan bahwa aturan itu adalah upaya langsung untuk membatasi kebebasan dan membungkam kritik.
RUU itu diajukan pada Kamis lalu ketika parlemen China, Kongres Rakyat Nasional (NPC), bertemu dalam pertemuan tahunan yang sempat tertunda.
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, mengatakan undang-undang yang akan melarang “pengkhianatan, pemisahan diri, penghasutan dan subversi” harus segera disahkan “tanpa penundaan sedikit pun”.
Reaksi muncul pada Minggu. Ribuan orang menentang peringatan Pemerintah dan berbaris melalui pusat kota untuk memprotes RUU itu.
Polisi anti huru-hara menembakkan gas air mata dan meriam air ke arah para demonstran, yang mengenakan masker untuk melindungi diri dari penyebaran virus Corona. Setidaknya ada 180 demonstran ditangkap polisi.
Dalam sebuah pernyataan pada Senin, Lee mengatakan bahwa dalam setahun terakhir, “kekerasan di Hong Kong telah meningkat, dengan banyak kasus yang melibatkan penggunaan bahan peledak dan senjata api asli”.
“Terorisme berkembang di kota dan kegiatan yang membahayakan keamanan nasional, seperti ‘kemerdekaan Hong Kong’, menjadi semakin merajalela.”
Dia mengatakan bentrokan pada Minggu itu menunjukkan “kebutuhan dan urgensi keputusan yang akan dibahas oleh NPC” dan bahwa hukum akan memastikan “kemakmuran dan stabilitas jangka panjang bagi Hong Kong”.
Komisaris Polisi Hong Kong, Chris Tang juga menyambut RUU itu, dengan mengatakan bahwa senjata dan bahan peledak yang disita dari pengunjuk rasa menunjukkan Hong Kong “berada di titik risiko keamanan nasional dan ada kebutuhan untuk mengambil langkah-langkah efektif untuk mencegah situasi memburuk”.
Siatusi di Hong Kong memunculkan keprihatinan bagi Presiden Taiwan Tsai Ing-wen. Dia kemudian menawarkan dukungannya kepada penduduk Hong Kong, memperingatkan Beijing agar tidak menggunakan “peluru dan penindasan” di wilayah semi-otonom.
Hubungan antara China dan Taiwan saat ini sedang tegang. Sebab Beijing menganggap pulau itu sebagai provinsi yang memisahkan diri, tetapi banyak orang Taiwan menginginkan negaranya merdeka.
Sementara itu, masyarakat Hong Kong juga mendesak Menteri Dalam Negeri Inggris untuk meninjau kembali status lebih dari 300.000 penduduk Hong Kong yang memegang paspor Nasional Inggris (di luar negeri) tetapi tidak memiliki hak untuk tinggal atau bekerja di Inggris.
Seorang Juru Bicara Pemerintah Inggris mengatakan solusi terbaik adalah China harus menghormati sepenuhnya hak-hak dan kebebasan yang ditetapkan dalam deklarasi bersama Tiongkok-Inggris. Deklarasi itu disepakati pada 1997 ketika kendali Hong Kong diserahkan Inggris ke Beijing.