
TIKTAK.ID – Saat ini Indonesia tengah menuju jalur jebakan pandemi yang semakin dalam. Politikus PDIP, Effendi Simbolon lantas menyalahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak mau menerapkan karantina wilayah atau lockdown. Merespons hal itu, PPP mengatakan bahwa Jokowi membuat kebijakan sesuai dengan kondisi Indonesia.
“Kebijakan Pemerintah menyesuaikan dengan kondisi Indonesia,” terang Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi atau Awiek, seperti dilansir detik.com, Sabtu (31/7/21).
Menurut Awiek, keputusan lockdown seperti buah simalakama. Hal itu karena ada banyak hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan.
Baca juga : Komunitas Jokpro 2024 Banten Deklarasi Dukung Jokowi-Prabowo
“Ini ibarat buah simalakama, dimakan salah, dan tidak dimakan salah. Jika diberlakukan lockdown sesuai UU Karantina Kesehatan, maka segala kebutuhan warga ditanggung negara, termasuk pakan ternak. Tapi apakah negara mampu? Kalaupun mampu, apakah hal itu efektif?” ucap Awiek.
Kemudian Awiek menyatakan sejumlah negara sudah melakukan lockdown untuk menangani pandemi. Akan tetapi, ia menilai angka kasus Covid-19 di negara tersebut tetap tinggi meski lockdown terus-menerus dilakukan.
“Kita bisa bandingkan dengan negara-negara sahabat yang telah melakukan lockdown sejak tahun lalu, ternyata penyebaran Covid juga tak terkendali. Lockdown terus diperpanjang, namun angka Covid-nya masih tinggi,” terangnya.
Baca juga : Sesalkan Vonis Rendah Juliari Batubara, DPR Singgung Inkonsistensi Wacana Hukuman Mati KPK
Sebelumnya, pakar epidemiologi asal Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini sedang menuju jalur jebakan pandemi yang semakin dalam. Kemudian politikus PDIP, Effendi Simbolon menyalahkan Jokowi yang tidak mau menerapkan lockdown sejak awal pandemi Covid-19.
“Pemerintah sejak awal tidak memakai rujukan sesuai UU Karantina itu, di mana kita harusnya masuk ke fase lockdown. Namun kita menggunakan terminologi PSBB sampai PPKM. Mungkin di awal mempertimbangkan ketersediaan dukungan dana dan masalah ekonomi. Meski begitu, pada akhirnya yang terjadi kan lebih mahal ongkosnya, PSBB itu juga Rp1.000 triliun lebih ya di tahun 2020 itu,” tutur Effendi, Sabtu (31/7/21).
“Presiden tidak patuh konstitusi, padahal kalau dia patuh sejak awal lockdown, maka konsekuensinya dia belanja kan itu. Sebulan Rp1 juta saja kali 70 masih Rp70 triliun, kali 10 bulan saja masih Rp700 triliun. Masih di bawah membanjirnya uang yang tidak jelas ke mana larinya, jadi masih jauh lebih efektif itu daripada vaksin,” imbuhnya.