TIKTAK.ID – PT Pertamina (Persero) diketahui mengalami kerugian sebesar Rp11,13 triliun pada semester II 2020. Namun rupanya kerugian tersebut tidak hanya disebabkan faktor eksternal, melainkan juga karena utang Pemerintah ke BUMN tersebut.
“Piutang ke Pemerintah itu, sudah masuk ke kas Pertamina. Artinya, Pertamina tidak rugi, Anda (Pemerintah) utangnya kira-kira Rp45 triliun, ruginya Rp11 triliun. Di zamannya Faisal Basri piutang kepada Pemerintah itu dimasukkan ke dalam laba sehingga Pertaminanya untung, nah pada Desember (2020) kemarin cash flow tidak ada jadi tidak bisa bayar utang,” ujar Ekonom Senior Faisal Basri dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR, Jakarta, seperti dilansir Okezone.com, Senin (31/8/20).
Kemudian dalam kesempatan itu, Faisal mengatakan Pemerintah cenderung tidak disiplin fiskal selama pandemi virus Corona (Covid-19). Ia menilai hal itu menyebabkan terjadinya off budget atau dana non-budgeter, sehingga dana yang ada di luar anggaran tidak tercatat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Baca juga : Setelah Novel Baswedan, Giliran 4 Anak dan Istrinya Positif Corona
“Jika tidak ada disiplin fiskal, maka makin terjadi off budget. Oleh sebab itu, kita hilangkan saja istilah yang aneh-aneh ini, yang namanya kompensasi. Pemerintah boleh melakukan apa saja, bahkan menentukan harga lebih rendah dari ongkos, ndak apa apa. Asalkan selisihnya itu dimasukkan ke DPR, dibicarakan ke DPR untuk dimasukkan ke APBN dan dipertanggungjawabkan secara politik, karena ini merupakan tindakan politik,” terang Faisal.
Faisal menilai Pemerintah seharusnya membahas persoalan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), termasuk pembayaran utang kepada sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan DPR secara serius.
Menurut Faisal, utang Pemerintah ini umumnya berasal dari penugasan yang diberikan kepada BUMN. Tidak hanya itu, lanjut Faisal, utang tersebut juga berasal dari subsidi tidak langsung yang tidak disertai dengan ketidakdisiplinan fiskal dari Pemerintah.
Halaman selanjutnya…