TIKTAK.ID – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) diketahui telah selesai berkoordinasi dengan Otoritas Pusat dan Hubungan Internasional (OBHI) dan Ditjen AHU Kemenkumham mengenai upaya penanganan tersangka kasus penistaan agama, Jozeph Paul Zhang.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri, Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan salah satu keputusan koordinasi tersebut yakni mengajukan permohonan ekstradisi untuk menangkap tersangka.
“Hasil rapatnya adalah, yang pertama mengirim permohonan ekstradisi atas nama JPZ,” ujar Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (30/4/21), seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Menurut Ramadhan, koordinasi tersebut juga dilakukan untuk melacak keberadaan penista agama yang mengaku Nabi ke-26 tersebut. Ia menjelaskan, upaya tersebut dilakukan dengan cara mengomunikasikan pencarian Jozeph kepada pemegang otoritas di beberapa negara Eropa seperti Jerman dan Belanda.
“Selain itu, melengkapi administrasi permohonan ekstradisi atas nama JPZ,” terang Ramadhan.
Ramadhan pun berharap melalui ekstradisi tersebut, Jozeph yang sudah berstatus sebagai tersangka ini bisa segera ditangkap dan dideportasi ke Indonesia. Ia menilai hal itu dilakukan guna melakukan upaya penegakan hukum terhadap Joseph.
“Jika yang bersangkutan sudah ditemukan keberadaannya, maka yang bersangkutan bisa diamankan, ditangkap, serta dideportasi ke Indonesia ketika permintaan ekstradisi kami dikabulkan ya itu maksudnya,” ucap Ramadhan.
Seperti telah diberitakan, Jozeph bermasalah hukum usai melakukan diskusi virtual di media sosial dan acapkali mengeluarkan kalimat yang diduga menistakan agama Islam. Dia diketahui beberapa kali mengeluarkan kalimat yang dianggap mengolok-olok agama Islam.
Jozeph sempat mengaku dirinya adalah nabi ke-26 ketika menggelar zoom meeting berdiskusi dengan rekannya terkait “Puasa Lalim Islam”. Kemudian ia mengunggah rekaman zoom meeting tersebut melalui akun YouTube Joseph Paul Zhang pada 15 April 2021 silam.
Lantas Kepolisian dalam perkara ini menjerat Jozeph dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tentang larangan menyebarkan informasi yang mengandung unsur kebencian atau permusuhan, dan Pasal 156a KUHP mengenai penistaan agama.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, polisi juga mengklaim telah meminta keterangan dari berbagai ahli, mulai dari ahli bahasa, sosiologi hukum, hingga ahli pidana.