TIKTAK.ID – Deputi IV Bidang Komunikasi, Politik, dan Diseminasi Informasi KSP, Juri Ardiantoro mempertanyakan maksud ucapan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), mengenai kosongnya kepemimpinan penyerap aspirasi yang disampaikan dalam acara webinar DPP PKS. Menurut Juri, pernyataan JK itu tidak relevan jika merujuk pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat ini.
“Pertama, perlu diperjelas dulu, apa yang dimaksud dengan ‘kekosongan kepemimpinan aspiratif’. Apakah presiden dan wapres, DPR/MPR, atau kepemimpinan pada institusi-institusi lain? Jika memang merujuk pada kepemimpinan Pak Jokowi-KH Maruf Amin, maka pernyataan Pak JK menjadi tidak relevan,” ujar Juri, seperti dilansir Detik.com, Minggu (22/11/20).
“Pak Jokowi itu merupakan sosok pemimpin yang lahir dari proses demokrasi. Jadi beliau pun sadar betul untuk memegang dan mewujudkan kepemimpinan yang terbuka dan aspiratif,” lanjut Juri.
Baca juga : Soal Pangdam Jaya vs FPI, Irma Chaniago: Fadli Zon Mikir Nggak Menhannya Siapa!
Juri menilai pernyataan JK terlalu politis jika menghubungkan kosongnya kepemimpinan aspirasi dengan pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab (HRS). Ia menyatakan hal itu bisa mendelegitimasi kepemimpinan Jokowi.
Selain itu, Juri menyebut pernyataan JK sejalan dengan yang selama ini digaungkan oleh Habib Rizieq.
“Pernyataan Pak JK sebagai manuver politik searah dan sejalan dengan apa yang ditunjukkan HRS dan pendukung-pendukungnya. Sebab, gerakan HRS jelas gerakan politik yang dibungkus dengan baju agama,” tutur Juri.
Baca juga : Twitter Blokir Akun FPI, Aziz Yanuar: Banyak yang Tidak Suka Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Perlu diketahui, JK menjadi pembicara dalam webinar yang diselenggarakan DPP PKS bertajuk “Partisipasi Masyarakat Sipil dalam Membangun Demokrasi yang Sehat” pada Jumat (20/11) lalu. JK menyinggung fenomena Habib Rizieq yang meluas sehingga melibatkan TNI-Polri.
“Kenapa masalah Habib Rizieq Syihab begitu hebat, sehingga polisi, tentara, ikut turun tangan. Sepertinya kita menghadapi sesuatu yang guncangnya yang ada. Kenapa itu terjadi, ini menurut saya akibat kekosongan kepemimpinan yang dapat menyerap aspirasi masyarakat secara luas,” ucap JK dalam webinar itu.
“Karena kekosongan itu, maka begitu ada pemimpin yang karismatik, katakanlah karismatik, begitu, atau ada yang berani memberikan alternatif, maka orang mendukungnya. Hal ini menjadi suatu masalah, dan Habib Rizieq adalah suatu indikator bahwa ada proses yang perlu diperbaiki dalam sistem demokrasi kita,” imbuhnya.