TIKTAK.ID – YouTuber Atta Halilintar diketahui menjadi pemeran utama sekaligus sutradara dalam film bertajuk “Ashiap Man”. Film yang diproduksi sejak 2020 itu sudah dapat disaksikan sejak Kamis (17/11/22), melalui platform Prime Video.
Dalam film “Ashiap Man”, suami Aurel Hermansyah tersebut memerankan dua tokoh sekaligus, yakni Zul yang juga merupakan superhero bernama Ashiap Man.
Namun film “Ashiap Man” berbeda dengan film superhero pada umumnya seperti “Batman”, “Spiderman”, hingga “Gundala”. “Ashiap Man” bercerita mengenai superhero dengan kearifan lokal, yang punya jiwa kepedulian tinggi terhadap permasalahan yang terjadi di kampungnya.
“Kalau ide awalnya (diperkirakan) ingin bikin superhero yang canggih gitu ya, mungkin orang liat Superman, Batman, tapi ini enggak sama sekali kayak gitu. Jadi kita enggak tau juga orang berekspektasi seperti itu,” ungkap Atta di kawasan Sudirman, Jakarta, pada Rabu (16/11/22), seperti dilansir Okezone.com.
“Makanya sebenarnya kan ini poster kedua. Kalau poster pertamanya dia pakai celana batik, bajunya kaos, sayapnya itu dari kain pecel lele ibunya,” imbuh Atta.
Atta menjelaskan, bila umumnya tokoh superhero dalam film punya kekuatan super dan mampu menyelamatkan nyawa manusia, tapi Ashiap Man dihadirkan sebagai sosok superhero yang berbeda. Ashiap Man memiliki tugas membantu permasalahan di kampung, salah satunya adalah mengantisipasi banjir karena kali yang meluap.
Lewat film “Ashiap Man”, Atta ingin menyampaikan pesan kalau menjadi superhero tidak hanya dilakukan oleh orang dengan kekuatan super. Dia menyatakan hal sederhana yang dilakukan namun berdampak bagi banyak orang pun sudah dapat dikatakan wujud dari perilaku seorang superhero.
“Sebenarnya kita ingin memberi tahu kalau superhero itu tidak hanya punya kekuatan super. Tapi dengan kamu bersihkan kali di samping rumah kamu, got rumah kamu, itu kamu bisa jadi superhero karena kamu bisa mengantisipasi banjir. Pesannya kayak gitu sih,” terang Atta.
Atta memaparkan, film garapannya ini mengangkat permasalahan yang terjadi di masyarakat, khususnya mengenai pola pikir untuk menghadapi permasalahan tersebut.
“Karena film ini kita mau bikin dengan se-merakyat mungkin kan, ngeliat ada orang punya persepsi ‘gimana kalau kita tiba-tiba digusur’. Karena kan ini ada kampung, dari dulu enggak hilang di tengah-tengah gedung tinggi,” tutur Atta.
“Bagaimana mereka menyikapinya, bagaimana mereka harus mempertahankan hak-hak mereka. Ini memang menjadi permasalahan umum di masyarakat,” sambungnya.