
TIKTAK.ID – Sekali lagi, wacana pembangunan “terowongan toleransi” yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral seperti yang diwacanakan Presiden Jokowi, mendapatkan penentangan.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyiddin Junaidi mengusulkan agar sebaiknya terowongan yang rencananya dibangun dari Masjid Istiqlal itu mengarah ke Monumen Nasional (Monas) dan ke Pasar Baru. Menurut dia terowongan ke Gereja Katedral belum diperlukan.
“Monas dibangun 1961, diresmikan pada 1975. Dan ternyata, struktur dan falsafah bangunan Monas itu menyatu dengan Istiqlal. Jadi kalau orang jadi imam shalat di Istiqlal, orang di Monas bisa jadi makmumnya. Karena jarak antara Monas dan Istiqlal itu hanya 300 meter lebih saja,” kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (19/2/20).
Karena itu, menurut Muhyiddin, jika Pemerintah ingin memperbaiki sejarah dan meninggalkan kenang-kenangan sejarah, seharusnya bangun terowongan yang lebih banyak manfaatnya.
Baca juga: Sibuk Bangun Jalan dan Pelabuhan, Jokowi Abaikan Kebhinekaan?
“Umat Islam kalau ingin membangun peradaban sebagai oleh-oleh atau warisan bagi generasi mendatang, bangunlah terowongan dari Monas ke Istiqlal, dan dari Istiqlal ke Pasar Baru,” ucapnya.
Muhyiddin kemudian menyinggung soal Yogyakarta yang memiliki lingkungan pemerintahan yang saling terhubung. Ada kantor Sultan, masjid, pasar, alun-alun, dan mahkamah, yang seluruhnya berdekatan.
“Di sini (Jakarta), ada kantor Presiden, masjid, alun-alunnya di mana? Di Monas, dan ada Mahkamah, nah itu harus pas. Jadi sebaiknya bangun terowongan dari Istiqlal ke Monas, dan dari Istiqlal ke Pasar Baru, sehingga pasar itu juga kita kuasai. Umat Islam menguasai masjid dan pasar,” tutur dia.
Halaman selanjutnya…