TIKTAK.ID – Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengungkapkan bahwa dirinya merasa tidak pernah diharapkan publik untuk menjadi pendamping Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat mengikuti kontestasi Pilkada 2012 DKI Jakarta.
Menurut Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) ini, ketika itu ada banyak pihak yang meragukannya sebagai calon wakil gubernur akibat latar belakangnya.
“Saya hanya dengar, sebenarnya saat itu pendamping Pak Jokowi bukan saya. Sebab, saya akan menurunkan nilai seorang Pak Jokowi. Saya turunan Tionghoa, dan agama saya bukan yang mayoritas,” ujar Mantan Gubernur DKI Jakarta itu melalui acara Perayaan Imlek yang diadakan oleh PDIP-P secara virtual, Jumat (12/2/21), seperti dilansir Kompas.com.
Seperti diketahui, melalui Pilkada DKI Jakarta 2012, pasangan Jokowi dan Ahok terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam dua kali putaran. Mereka pun berhasil mengalahkan lima pasangan calon (paslon) lain, yakni Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria, Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini, Faisal Basri-Biem Benyamin, dan Alex Noerdin-Nono Sampono.
Menurut Ahok, keraguan banyak pihak itu kembali terjadi ketika ia hendak mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2017. Ia mengklaim saat itu banyak pihak yang memintanya untuk mundur dari pencalonan. Akan tetapi, lanjut Ahok, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri tetap memilihnya karena menilai kinerja Ahok selama ini.
“Ibu Mega mengatakan, ‘Saya memilih Ahok untuk maju karena dia memang bisa kerja’,” ucap Ahok.
Baca juga : PKB Timang Raffi Ahmad dan Agnez Mo Maju Pilgub DKI 2024
Oleh sebab itu, pada 2017 Ahok mencalonkan diri sebagai gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta bersama Djarot Saiful Hidayat. Ia bersaing dengan pasangan calon Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)-Sylviana Murni, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, dengan hasil kemenangan Anies dan Sandiaga.
Ahok menjelaskan, salah satunya alasan ia masuk PDI-P karena Megawati selalu menilai seseorang dari kemampuan bekerja, bukan dari latar belakang suku, agama, ras, dan golongan.
“Saya mengalami sendiri, banyak orang takut mencalonkan saya karena dianggap triple minority, namun bagi Ibu Ketum tidak. Dia menilai orang berdasarkan meritokrasi atau kemampuan seseorang bisa berkerja atau tidak,” imbuhnya.