TIKTAK.ID – Lahan Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah (MS) pimpinan Imam Besar Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab, belakangan menjadi sorotan. Hal itu disebabkan sang pemilik lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII melayangkan somasi, dan meminta Markaz Syariah untuk menyerahkan lahan.
Setelah itu, FPI merilis video berisi penjelasan Habib Rizieq mengenai masalah tersebut. Dalam video itu, intinya Habib Rizieq mengakui PTPN VIII memiliki Hak Guna Usaha (HGU) yang menjadi Ponpes Markaz Syariah. Akan tetapi, ia menyebut tanah itu sudah ditelantarkan selama 30 tahun.
Oleh sebab itu, ia mengungkapkan, mengacu pada Undang-undang (UU) Agraria, jika ada tanah yang telantar selama 20 tahun maka tanah itu bisa menjadi milik penggarap. Selain itu, ia berpandangan HGU bisa batal jika pemilik HGU menelantarkan tanah yang dikelola.
Baca juga : Heboh 5 Organisasi Kedokteran Tuding Terawan Bohongi Jokowi
Seperti dilansir detikcom pada Kamis (24/12/20), hak-hak atas tanah sendiri diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Kemudian khusus untuk Hak Guna Usaha di atur pada Bagian IV.
Pasal 28 UU Ayat 1 menyebut Hak Guna Usaha merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagai disebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Pada Ayat 2 menjelaskan, HGU diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. Sedangkan di Ayat 3 berbunyi HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Meski begitu, berdasarkan Ayat 2, perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun.
Baca juga : Din Syamsuddin Sebut Tawaran Wamendikbud dari Jokowi Rendahkan Muhammadiyah, Begini Kata Politikus PDIP
Sementara itu, Pasal 30 Ayat 1 menyatakan, yang dapat mempunyai HGU yakni warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Ayat 2 memaparkan, orang atau badan hukum yang mempunyai HGU tidak memenuhi syarat sebagaimana tersebut dalam Ayat 1 dalam jangka waktu satu tahun wajib melepas atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan itu pun berlaku terhadap pihak lain yang memperoleh HGU jika ia tidak memenuhi syarat tersebut.