TIKTAK.ID – Meski ekonomi dunia memburuk saat pandemi virus Corona (Covid-19), namun ada kelompok perusahaan yang justru mencatat peningkatan di tengah terpuruknya ekonomi. Di antaranya adalah perusahaan yang menyediakan fasilitas kesehatan untuk Covid-19, sehingga sukses menciptakan miliarder baru.
Mengutip Liputan6.com dari laman Forbes, Selasa (5/5/20), berikut daftar miliarder di bidang kesehatan yang mengantongi lebih dari USD 7 miliar (Rp105 triliun) sejak WHO menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global pada 11 Maret lalu:
Stephane Bancel
Sejak 2011, Bancel menjadi CEO dan memiliki 9 persen saham Moderna Therapeutics yang berbasis di Cambridge, Massachusetts.
Baru-baru ini perusahaan itu memperoleh hibah hingga USD 483 juta (Rp7,25 triliun) dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS untuk mempercepat pengembangan vaksin Covid-19-nya.
Gustavo Denegri
Denegri memiliki 45 persen saham di perusahaan biotek Italia DiaSorin, yang membuat kekayaan bersihnya mencapai USD 4,5 miliar (Naik 32 persen). DiaSorin sendiri diakuisisi Denegri pada 2000, dan memiliki pabrik di AS, Inggris, Jerman dan Italia.
Pada April, perusahaan itu telah meluncurkan tes diagnostik berbasis swab dan alat tes darah antibodi untuk Covid-19, yang merupakan tes antibodi baru. Alat tes itu sekarang sedang didistribusikan ke beberapa Pemerintah Daerah di Italia.
Seo Jung-Jin
Seo merupakan salah satu pendiri perusahaan biofarma Celltrion yang berbasis di Seoul pada 2002 dan memublikasikannya pada 2008. Diketahui kekayaan bersih Seo naik 22 persen mencapai USD 8,4 miliar (Rp126 triliun).
Celltrion bekerja keras pada kedua alat pengujian dan pengobatan potensial untuk Covid-19, dengan uji coba manusia terhadap pengobatan antivirus yang diharapkan akan dimulai pada kuartal ketiga tahun 2020.
Selain itu, Celltrion menjadwalkan perilisan tes diagnostik cepat, yang diklaim perusahaan dapat memberikan hasil dalam lima belas hingga dua puluh menit, pada musim panas mendatang.
Alain Meìrieux
Mérieux mendirikan BioMérieux pada 1963 sebagai cabang pengujian diagnostik dari Institut Mérieux, sebuah konglomerat medis yang didirikan kakek Mérieux, Marcel, pada 1897. Mérieux tercatat memiliki total pendapatan bersih selama pandemi naik 25 persen menjadi USD 7,6 miliar (Rp114 triliun).
Maja Oeri
Maja Oeri merupakan keturunan Fritz Hoffmann-La Roche, yang mendirikan perusahaan farmasi Swiss Roche pada 1896. Dia memiliki sekitar 5 persen saham perusahaan, setelah menarik sahamnya keluar dari kolam keluarga pada 2011.
Selama pandemi, Maja meraup kenaikan pendapatan bersih 10 persen menjadi USD 3,2 miliar (Rp48 triliun) dari Roche.
Pada 19 Maret ia mengumumkan sedang memulai uji klinis fase tiga dari obat radang sendi tocilizumab sebagai pengobatan untuk pasien Covid-19 di AS.
Tak hanya itu, perusahaan juga mengembangkan tes serologi baru, yang mendeteksi antibodi pada orang yang sudah memiliki penyakit, dan berencana untuk membuatnya tersedia di AS dan Eropa pada awal Mei.
Thomas Struengmann dan Andreas Struengmann
Si kembar miliarder Struengmann menjual perusahaan pembuat obat generik mereka Hexal ke Novartis dengan harga sekitar USD 7 miliar pada 2005. Saat ini mereka berinvestasi dalam sejumlah perusahaan biotek dan perawatan kesehatan melalui perusahaan investasi mereka yang berbasis di Swiss, Santo Holding, termasuk perusahaan biotek, BioNTech.
Li Xiting
Sejak dirintis oleh Li Xiting pada 1991, raksasa perangkat medis yang berbasis di Shenzhen, Mindray Medical International, tumbuh menjadi produsen peralatan medis terbesar di Tiongkok.
Mindray telah aktif terlibat dalam memerangi pandemi Covid-19 sejak pertama kali muncul di China. Perusahaan itu melipatgandakan kapasitas produksi ventilator di pabrik Shenzhen mencapai 3.000 pcs dalam sebulan.
Li Xiting mencatatkan pendapatan bersih selama Covid-19 sebesar USD 12,6 miliar (naik 1 persen).