TIKTAK.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) diketahui telah menolak 6 gugatan soal aturan ambang batas presiden atau Presidential Threshold (PT) terkait Pilpres 2024 yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada hari ini, Kamis (24/2/22).
Gugatan tersebut antara lain diajukan oleh Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo; Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan warga sipil. Ferry sendiri tidak mengajukan gugatan atas nama partai, melainkan pribadi.
“Amar putusan mengadili dan menyatakan permohonan pemohon tidak bisa diterima,” ujar Hakim Ketua Anwar Usman ketika membacakan putusan terhadap masing-masing perkara, pada Kamis (24/2/22), seperti dilansir CNN Indonesia.
Baca juga : Berikut Daftar Kementerian yang Bakal Pertama Pindah ke IKN Nusantara
Kemudian dalam konklusinya, Mahkamah mengklaim para pemohon dari gugatan itu tak punya kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan a quo. Bahkan Mahkamah juga mengatakan pokok permohonan pemohon tidak dipertimbangkan.
“Karena pemohon tidak memiliki kedudukan a quo untuk mengajukan permohonan, maka Mahkamah tidak akan mempertimbangkan pokok permohonan,” terang Anwar Usman.
Seperti telah diberitakan, sejumlah politisi dan warga sipil menggugat ambang batas presiden yang tertera dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 kepada Mahkamah Konstitusi. Gugatan tersebut diajukan oleh Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dengan nomor perkara 70/PUU-XIX/2021; anggota DPD RI Fahira Idris, anggota DPD/MPR Edwin Pratama Putra, dan anggota DPR Tamsil Linrung dengan nomor perkara 6/PUU-XX/2022.
Baca juga : Di Ibu Kota Baru Tak Ada Pilkada dan DPRD, Apakah Tak Melanggar Konstitusi?
Terdapat pula Wakil Ketua Umum partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono dengan nomor perkara 66/PUU-XIX/2021; Ikhwan Mansyur Situmeang dengan nomor 7/PUU-XX/2022; dan Lieus Sungkharisma dengan nomor perkara 5/PUU-XX/2022; serta anggota DPD RI, Bustami Zainudin dan Fachrul Razi dengan nomor perkara 68/PUU-XIX/2021.
Sekadar informasi, Mahkamah Konstitusi sendiri sempat menyatakan bahwa UU Pemilu dan UU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan Undang-Undang yang paling banyak digugat pada 2021. Menurut catatan Kode Inisiatif, Pasal 222 UU Pemilu telah digugat hingga 14 kali. Selain itu, masih belum ada satu pun permohonan uji materi ambang batas presiden yang dikabulkan oleh MK.