Mendagri Tito Respons Positif Usulan ‘Kepala Daerah Dipilih DPRD’
TIKTAK.ID – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Jenderal (Purn) M Tito Karnavian menyatakan setuju dengan usulan agar pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang menelan biaya tinggi dilakukan evaluasi. Dia pun membuka opsi Pilkada dihelat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
“Ya, saya sependapat tentunya, karena kita melihat sendiri lah bagaimana besarnya biaya untuk Pilkada. Belum lagi ada beberapa daerah yang kita lihat terjadi kekerasan, dari dulu saya mengatakan Pilkada asimetris salah satunya melalui DPRD kan?” ujar Tito di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Senin (17/12/24), seperti dilansir Republika.co.id.
Tito menilai Pilkada melalui DPRD juga termasuk demokrasi. Akan tetapi, kata Tito, perubahan metode pemilihan tetap harus dikaji secara mendalam.
Baca juga : Resmi Dipecat PDIP, Bobby: Saya kan Gerindra Sudah dari Kemarin
“Demokrasi juga dapat diterjemahkan demokrasi langsung dan demokrasi dengan perwakilan. Kalau DPRD demokrasi juga, namun demokrasi perwakilan. Tapi ya kita lihat nanti bagaimana teman-teman di DPR nanti, parpol, akademisi, Kemendagri melakukan kajian,” tutur Tito.
Mantan Kapolri tersebut mengeklaim akan membuat kajian serius mengenai “Pilkada melalui DPRD”. Dia mengatakan langkah itu untuk mencegah praktik politik biaya tinggi. Dia juga bakal membahas masalah itu bersama DPR RI.
“Mesti, pasti kita akan bahas, kan salah satunya sudah ada di Prolegnas. Di Prolegnas kalau saya tidak salah, termasuk UU Pemilu dan UU Pilkada. Nanti gongnya akan dicari, namun sebelum itu kita akan adakan rapat,” terang Tito.
Baca juga : Didepak dari PDIP, Jokowi Sebut Biar Waktu yang Menguji
Sebelumnya, usulan Pilkada yang menelan biaya tinggi sempat diutarakan oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia dan Presiden Prabowo Subianto di acara HUT ke-60 Golkar di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada pekan lalu. Keduanya menyebut politik berbiaya tinggi perlu dievaluasi, apalagi partisipasi juga rendah.
Di sisi lain, pengamat politik dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor menilai Pilkada tak langsung akan menjadi langkah mundur dan berbahaya bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
“Ini membuat rakyat menjadi tak berdaya, tidak memiliki hak pilih. Mengerikan sekali, hak rakyat dikebiri, tak lagi bisa cawe-cawe,” ungkap Firman, mengutip BBC News Indonesia, pada Senin (16/12/24).
Baca juga : Waduh, Prabowo Mendadak Minta Proyek Tol Baru Disetop
Senada dengan Firman, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat, menganggap Pilkada tak langsung tak serta merta menghilangkan politik uang, melainkan justru bergeser ke politik transaksional.
“Yang dulu kepala daerah berhadapan dengan rakyat di daerahnya, namun sekarang mereka fokus anggota Dewan,” kata Cecep.