TIKTAK.ID – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengungkapkan bahwa ada kemungkinan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan tertunda jika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penggunaan Sistem Proporsional Tertutup alias sistem coblos partai. Menurut Peneliti Perludem, Kahfi Adlan Hafiz, tahapan Pemilu 2024 saat ini telah berjalan memakai Sistem Proporsional Terbuka, sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.
Bila MK mengabulkan gugatan atas Sistem Proporsional Terbuka dan mengubah sistem pemilu menjadi Proporsional Tertutup, maka bakal muncul ketidakpastian hukum. Kahfi menilai Sistem pr Proporsional Terbuka adalah “jantung” UU Pemilu. Dia menyebut pasal-pasal yang mengatur Sistem Proporsional Terbuka terkoneksi dengan pasal-pasal lainnya dalam beleid tersebut.
“Ketika pasal (Sistem Proporsional Terbuka) dibatalkan, maka yang terjadi yakni UU Pemilu-nya pun berpotensi bisa batal, di tengah tahapan penyelenggaraan Pemilu yang saat ini sedang kita laksanakan,” ujar Kahfi di Gedung MK, pada Rabu (31/5/23), seperti dilansir Republika.co.id.
Baca juga : Jokowi Tegaskan Indonesia Tak Bisa Didikte Negara Mana pun, tapi Siap Kontribusi bagi Dunia
Menurut Kahfi, jika UU Pemilu yang merupakan kerangka pelaksanaan Pemilu itu batal, tentu gelaran Pemilu 2024 juga akan buyar.
“Bisa jadi turut berdampak pada penundaan (Pemilu) dan sebagainya yang tidak kita harapkan,” terang Kahfi.
Oleh sebab itu, Kahfi menyebut Perludem sebagai Pihak Terkait dalam uji materi Sistem Proporsional Terbuka ini meminta MK untuk menolak gugatan tersebut. Kahfi menyatakan bahwa Perludem meminta MK menolak karena bukan ranah lembaga tersebut untuk memutuskan sistem Pemilu yang akan digunakan.
Baca juga : Perbandingan Kekayaan Tiga Capres Ganjar-Anies-Prabowo, Siapa Paling Tajir?
Kahfi menjelaskan bahwa tidak ada isu konstitusionalitas dalam penentuan sistem Pemilu karena UUD 1945 tidak menentukan sistem Pemilu yang harus digunakan. Dia menilai UUD 1945 memberikan keleluasaan kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan sistem Pemilu apa yang paling cocok digunakan di Indonesia.
“Artinya kan sistem Pemilu merupakan pilihan politik dengan mempertimbangkan misalnya konfigurasi politik di Indonesia, mempertimbangkan sosiokultural yang ada, dan lain sebagainya,” tutur Kahfi.
Kahfi menduga kalau MK sampai nekat memutuskan Sistem Proporsional Tertutup adalah konstitusional, maka sistem lain berarti inkonstitusional. Dia menerangkan bahwa hal itu mengakibatkan pembentuk undang-undang yakni DPR dan Pemerintah tidak bisa lagi mengevaluasi atau mengganti sistem Pemilu pada kemudian hari sesuai perkembangan kebutuhan.