TIKTAK.ID – Pakar Hukum Tata Negara, Profesor Yusril Ihza Mahendra, buka suara mengenai adanya wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di balik polemik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Yusril menilai adanya upaya pelaksanaan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Perppu untuk memperbaiki UU Ciptaker justru kurang memenuhi syarat untuk pemakzulan.
“Apakah dengan menerbitkan Perppu untuk melaksanakan putusan MK yang memerintahkan kepada DPR dan Presiden untuk memperbaiki UU Cipta Kerja, sudah cukup alasan untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden?” ujar Yusril dalam keterangannya, pada Jumat (6/1/23), seperti dilansir Sindonews.com.
Baca juga : Jokowi Minta Prabowo ke Istana, Dapat Tugas Khusus?
Kemudian Yusril mengatakan bila dirujuk pada tujuh alasan pemakzulan, perlu terdiri dari alasan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tidak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.
“Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 7A dan 7B UUD 45, penerbitan Perppu untuk memperbaiki UU Cipta Kerja tersebut nampaknya masih jauh dari memenuhi kriteria alasan pemakzulan,” tutur Yusril.
Yusril melanjutkan, lain halnya jika politik ikut bermain. Dia mencontohkan, bila DPR menolak pengesahan Perppu tersebut dan DPR berpendapat bahwa isi Perppu tersebut melanggar UUD 45, maka pintu pemakzulan pun menjadi mungkin.
Baca juga : Prediksi Reshuffle di Januari, Ngabalin Minta Menteri yang Didepak Tak Dongkol
“Akan tetapi, masalahnya tidaklah sesederhana itu. Sebab, dengan adanya Amandemen UUD 45, maka kekuasaan membentuk undang-undang bukan lagi pada Presiden dengan persetujuan DPR, melainkan sudah bergeser menjadi kekuasaan DPR dengan persetujuan Presiden,” terang Yusril.
“Maka untuk melaksanakan Putusan MK yang memerintahkan memperbaiki UU Cipta Kerja dalam waktu dua tahun, lembaga yang pertama-tama harus memperbaiki UU Cipta Kerja itu sesungguhnya adalah DPR yang memegang kekuasaan dalam membentuk undang-undang,” imbuhnya.
Sebelumnya, mantan Wamenkumham, Denny Indrayana mengungkapkan peluang terjadinya pemakzulan terhadap Jokowi, menyusul dampak keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Baca juga : Heboh Bendera Parpol Dibentangkan di Masjid, PBNU Buka Suara
“Tidak hormat terhadap putusan MK itu melanggar Undang-Undang Dasar karena MK merupakan constitutional organ. Pada saat Anda melanggar Undang-Undang Dasar, berarti Anda melanggar sumpah jabatan (Pasal 9) karena dalam sumpah jabatan mengatakan menghormati dan melaksanakan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang dengan selurus-lurusnya,” tegas Denny, mengutip Republika.co.id.