TIKTAK.ID – Selama ini Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memang kerap memicu sentimen keagamaan di negaranya. Sebut saja diantaranya, saat Trump mengakui yarusalem sebagai ibu kota Israel dan mengakui dataran tinggi Golan sebagai wilayah kedaulatan Israel. Kemudian Trump juga menganggap penggusuran rumah-rumah Palestina di daerah pendudukan, untuk dijadikan pemukiman warga Israel sebagai tindakan yang tidak melanggar hukum internasional. Dan yang terakhir, Trump mendukung agresi Arab Saudi atas rakyat Yaman sehingga mengakibatkan jatuhnya ribuan korban sipil dan bencana kemanusian di Yaman.
Kali ini, Trump kembali menarik perhatian. Beberapa saat lalu ia mengundang sejumlah kelompok korban persekusi di berbagai negara, termasuk Muslim Uighur, ke Gedung Putih pada Rabu, 17 Agustus.
Dalam pertemuan di Ouval Office itu, Jewher Ilham, perwakilan komunitas Muslim Uighur, menceritakan kepada Trump sedikit kisah pilunya saat hidup di Xinjiang, China.
Seperti dilansir Reuters, Ilham menyatakan ayahnya adalah salah satu dari banyak orang Uighur yang “dikurung di kamp konsentrasi” di Xinjiang. Sudah sejak 2017 Ilham tidak pernah lagi berbicara dengan ayahnya.
Tidak hanya Muslim Uighur, Gedung Putih juga mengundang tiga orang lainnya yang berasal dari kelompok korban diskriminasi China. Korban tersebut adalah Yuhua Zhang selaku praktisi Falun Gong, Nyima Lhamo, penganut Buddha Tibet; dan Manping Ouyang, seorang Kristen.
Baca juga: Warga Hongkong Demonstrasi Dukung Muslim Uighur
Selama ini, AS tengah mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi atas China akibat perlakuan mereka terhadap Muslim Uighur. Namun AS tidak kunjung mengambil keputusan terkait sanksi itu karena khawatir akan aksi balas dendam dari China. Apalagi, relasi kedua negara sendiri sudah memanas akibat perang dagang.
Selain kelompok termarjinalkan di China, Trump juga mengundang sejumlah kelompok lain dalam pertemuan itu, termasuk Muslim Rohingya dari Myanmar.
Sehari sebelum pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengumumkan hukuman tambahan kepada Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing, yang diduga bertanggung jawab atas pembantaian Rohingya.
Korban persekusi lainnya berasal dari Negara Vietnam, Korea Utara, Iran, Turki, Kuba, Eritrea, Nigeria, Sudan, hingga Afghanistan juga turut meramaikan pertemuan tersebut.
Duta Besar AS untuk Urusan Kebebasan Beragama, Sam Brownback, menuturkan pemerintahannya akan mengumumkan “langkah lanjutan” untuk menjamin kebebasan beragama dalam rapat di Kementerian Luar Negeri pada Kamis, 18 Agustus.
Seperti diberitakan, kelompok minoritas Muslim Uighur di China dilaporkan tidak hidup dengan bebas. Mereka berada di bawah tekanan Pemerintah, bahkan kabarnya dipaksa masuk ke kamp-kamp di mana mereka dicekoki paham komunisme. Diduga di dalamnya terdapat upaya pelunturan keyakinan yang dianut warga Uighur.
Baca juga: Serangan Udara Afghanistan Tewaskan 17 Anggota Taliban