TIKTAK.ID – PT Freeport Indonesia (Freeport) sudah kembali menjadi milik Indonesia sejak 2018 silam. Saat ini, Freeport diketahui menjadi salah satu penyumbang utama dividen bagi negara dan pendorong inisiatif transisi energi.
Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), cadangan mineral mulai dari emas sampai tembaga yang ada di tambang Grasberg, Freeport, bisa lebih dari 20 kali lipat dari yang ada saat ini. Kemudian belum lama ini, Jokowi sempat mengungkapkan “harta karun” tambang dan emas yang dimiliki oleh PT Freeport Indonesia tersebut.
“Dulu Freeport bertahun-tahun perintah untuk bikin smelter saja tak pernah didengarkan. Namun begitu Freeport 51% milik BUMN, tahun lalu saya perintahkan untuk membangun smelter karena mayoritas milik kita sudah dibangun di Gresik. Nanti kita lihat tembaga smeltering ini berapa,” ujar Jokowi ketika memberikan sambutan dalam Silatnas dan Ultah ke 19 Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat di Sentul Convention Center, Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (5/8/22), seperti dilansir CNBC Indonesia.
Baca juga : Ditanya Soal Kans Duet di Pilpres 2024, Begini Respons Anies dan AHY
Jokowi mengklaim “harta karun” yang dipunyai Freeport Indonesia jauh lebih besar ketimbang yang dimiliki saat ini. Dia menilai potensi itu bisa dimanfaatkan di dalam negeri, sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
“Saya yakin bisa 20 kali, kadang tidak saja bahan mentah, bukan tembaga, namun emas juga kita kirim, mana kita tahu? Nanti smelternya jadi emasnya mungkin lebih banyak dari tembaganya. Tapi kita belum tahu karena ada produksi di smelter,” tutur Jokowi.
Untuk diketahui, bila mengacu pada kinerja keuangan MIND ID terbaru (per Desember 2021), holding BUMN tambang tersebut meraup dividen dari Freeport sebesar Rp3,3 triliun pada 2021, sebelumnya flat. Sampai Februari 2022, perseroan sudah memperoleh dividen interim senilai Rp2,29 triliun.
Baca juga : Momen Prabowo Hormat dan Puji-puji Jokowi Setinggi Langit
Tahun lalu, laba bersih dari PT Freeport Indonesia mencapai Rp6,7 triliun, atau naik dari setahun sebelumnya yang sebesar Rp2,1 triliun. Dus, laba tahun berjalan konsolidasi perseroan mencapai Rp14,32 triliun, naik dari posisi setahun sebelumnya, yakni Rp1,82 triliun.
Hal itu merupakan kinerja era pandemi yang artinya kinerja tersebut dicetak di saat ekonomi sedang tertekan. Untuk itu, bila ekonomi dunia pulih (sehingga permintaan tembaga melonjak untuk kebutuhan manufaktur), maka sumbangan itu pun berpeluang melambung.