TIKTAK.ID – Pemerintah Mali mengumumkan bahwa sekelompok perwira negara tersebut mencoba melakukan kudeta dengan bantuan negara Barat pada pekan lalu. Pemerintah tidak merinci tersangka pelaku asing yang terlibat.
Pengumuman itu disampaikan di tengah memburuknya hubungan yang sedang berlangsung dengan mantan penguasa kolonial Mali, Prancis.
“Sekelompok kecil perwira anti-progresif Mali dan bintara berusaha melakukan kudeta pada malam 11-12 Mei 2022,” kata Jubir Pemerintah, Kolonel Abdoulaye Maiga di TV nasional pada Senin (16/5/22) malam. “Para prajurit ini didukung oleh negara Barat. Upaya itu gagal berkat kewaspadaan dan profesionalisme pasukan pertahanan dan keamanan Mali.”
Pemerintah Mali mengecam serangan “keterlaluan” terhadap keamanan negara, yang bertujuan untuk menghalangi —atau bahkan memusnahkan— upaya substansial mengamankan negara tersebut dan kembali ke tatanan konstitusional yang menjamin perdamaian dan stabilitas di Mali, Pemerintah hanya memberikan sedikit rincian rencana yang diduga kudeta tersebut.
Satu sumber militer anonim mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa sekitar 10 orang telah ditangkap sejauh ini. Pemerintah telah mengonfirmasi bahwa keamanan di pos-pos pemeriksaan di sekitar Ibu Kota telah ditingkatkan dalam upaya untuk menangkap kaki tangan kelompok kudeta yang mungkin masih buron.
Klaim kudeta yang gagal disampaikan pada hari yang sama ketika Mali menarik diri dari Pasukan G5 Sahel, sebuah upaya multinasional untuk melawan militan Islam di wilayah tersebut. Kelompok beranggotakan lima negara yang dibentuk pada 2017 juga termasuk Chad, Burkina Faso, Mauritania, dan Nigeria.
Mali saat ini diperintah oleh Presiden sementara Assimi Goita, seorang kolonel tentara yang memimpin kudeta militer 2020 melawan Presiden Ibrahim Boubacar Keita – serta kudeta Mei 2021 terhadap penggantinya Bah N’Daw.
Setelah kudeta tahun 2021, Pemerintah Goita dituding kekuatan Barat mengundang kontraktor militer swasta Rusia untuk membantu Bamako memerangi gerilyawan Islam di utara.
Sementara itu, hubungan Bamako dengan Paris terus memburuk. Atas desakan Goita, Prancis menarik pasukannya keluar dari Mali pada Februari lalu. Negara itu mengusir media Pemerintah Prancis pada Maret, menuduh mereka menerbitkan laporan palsu tentang pelanggaran hak asasi manusia.
Pada awal bulan ini, Mali memutuskan perjanjian pertahanan dengan Paris, dengan alasan “pelanggaran mencolok” terhadap kedaulatannya oleh pasukan Prancis.