TIKTAK.ID – Sejak berkuasa pada Agustus, Taliban terus berupaya membuat dunia internasional mengakui Imarah Islamnya sebagai Pemerintah resmi Afghanistan.
Kelompok Taliban telah bertemu dengan para pejabat dari PBB, yang bulan lalu meyakinkan Taliban bahwa Badan tersebut akan melanjutkan program bantuannya di negara itu. Namun, PBB menolak permintaan Taliban agar utusan yang dipilihnya berpidato di Majelis Umum.
Kelompok itu juga telah bertemu dengan perwakilan dari Inggris, yang mendorong mereka untuk memastikan bahwa warga negara Inggris diizinkan meninggalkan negara itu. Inggris juga mengangkat isu hak-hak perempuan dalam pertemuan dengan perwakilan Taliban, tulis Aljazeera, Kamis (7/10/21).
Pimpinan Taliban, juga dipastikan hadir saat pengiriman bantuan dari Qatar, China, Uni Emirat Arab, Pakistan, dan Uzbekistan tiba di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul.
Akan tetapi tidak satu pun dari negara-negara ini yang mengumumkan pengakuan resmi mereka terhadap Taliban sebagai penguasa sah negara tersebut. Pengakuan itu sangat penting, tidak hanya untuk legitimasi Taliban sendiri, tetapi juga karena negara itu terus berjuang setelah Amerika Serikat, Bank Dunia, dan Dana Moneter Internasional memutuskan akses Kabul ke lebih dari $9,5 miliar dalam bentuk pinjaman, pendanaan, dan aset.
Isolasi diplomatik Taliban berbeda dengan 10 tahun terakhir, di mana kelompok itu melakukan beberapa perjalanan melintasi wilayah itu sebagai bagian dari upaya perdamaian mereka dengan Pemerintah AS.
Sejak kedatangan mereka di Doha tahun 2011, Taliban telah mengadakan banyak pembicaraan langsung dan tidak langsung dengan perwakilan dari berbagai negara. Upaya itu ditingkatkan selama dua tahun terakhir, ketika mereka memulai perjalanan resmi ke Uzbekistan, Iran, Rusia, Turkmenistan, Cina, dan Pakistan.
Pada saat itu, bagi kalangan tertentu di Kabul, kunjungan ini dijuluki sebagai “tur dunia Taliban”.
Semetara itu, sejumlah pejabat Imarah Islam Afghanistan (IEA) untuk PBB, pada Kamis kemarin bertemu dengan sejumlah duta besar dan perwakilan dari berbagai negara, termasuk Uni Eropa, Norwegia, Swedia, Belanda, Italia, Jepang, Korea Selatan, Kanada, Inggris dan AS di Doha, Qatar. Sementara delegasi IEA terdiri dari Presiden Afghanistan Mawlavi Matiul Haq, didampingi Suhail Saheen, Dr M. Naim. Maulvi Abdullah dan Abdur Rahman.
Pada kesempatan tersebut para anggota delegasi menegaskan kembali komitmen mereka untuk melanjutkan misi bantuan kemanusiaan ke Afghanistan.
“IEA adalah kenyataan saat ini dan kami siap untuk terlibat dengan Komunitas Internasional, dan menyelesaikan masalah melalui pembicaraan dan pemahaman berdasarkan kepentingan bersama dan interaksi positif,” ujar Suhail, seperti dikutip dari cuitan Twitternya.
Ia menambahkan bahwa isolasi terhadap Afghanistan di masa lalu terbukti menjadi kebijakan yang gagal dan tidak menguntungkan siapa pun. Tidak ada yang menginginkan itu. Semua proyek pembangunan yang belum selesai harus dimulai di Afghanistan.
“Mengingat musim dingin yang akan datang, ada kebutuhan mendesak akan bantuan kemanusiaan di Afghanistan,” tutur Suhail.
Pertemuan pada hari itu digagas oleh Kepala Pusat Studi Konflik dan Kemanusiaan di Doha, Sultan Barakat.