TIKTAK.ID – Beberapa elemen masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) sedang menyuarakan usulan referendum masa jabatan presiden. Referendum sendiri adalah mekanisme politik untuk memurnikan kembali kedaulatan rakyat, terkait masa jabatan presiden.
Sejumlah elemen masyarakat itu tergabung dalam “Komite Penyelenggara Referendum Terbatas pada Konstitusi 1945 NTT” yang dibentuk pada Kamis 29 April 2021 silam.
Komite tersebut dipimpin oleh Pius Rengka dan beberapa nama dalam tim inti di antaranya Imanuel Blegur, Caroline Noge, Hadi Djawas, Clarita R. Lino dan sejumlah aktivis peduli demokrasi lainnya.
Baca juga : LSI: Jokowi Bukan King Maker dan Relawannya Tak Punya Pengaruh untuk Pilpres 2024
Kemudian Jaringan Komite Penyelenggara Referendum Terbatas itu sudah merambah luas hingga ke kabupaten, Kecamatan, dan pelosok desa di NTT.
Ketua Komite, Pius Rengka, mengatakan bahwa gagasan pembentukan Komite Penyelenggara Referendum ini sebetulnya bukan muncul mendadak.
“Mulanya, gagasan ini lahir akibat tim penggagas mencermati aspirasi sangat kuat dan luas masyarakat NTT untuk mengubah ketentuan pasal konstitusi, yang mengatur tentang periode dan batas masa jabatan presiden Indonesia,” ujar Pius Rengka di Kupang, Kamis (17/6/21), seperti dilansir Merdeka.com.
Baca juga : LSI Denny JA Ungkap Skenario PDIP-Golkar-Gerindra di Pilpres 2024
Pius mengaku Komite tersebut dibentuk atas inisiatif sejumlah elemen masyarakat, usai mencermati dengan sangat serius aspirasi rakyat NTT. Ia menyebut ada banyak opini yang meminta agar batasan masa jabatan presiden perlu serius dikoreksi.
“Koreksi atas batasan masa jabatan itu muncul kian marak, menyusul kunjungan beruntun Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 10 kali ke NTT, di masa kepemimpinan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef A. Naesoi,” terang Pius.
Menurut Pius, masa jabatan presiden yang dibatasi dua periode adalah kooptasi elite oligarki politik atau semacam pembajakan demokrasi deliberatif.
Baca juga : Yaqut Wajibkan Pegawai Kemenag Hormat Bendera Merah Putih Setiap Tanggal 17
“Demokrasi deliberatif yakni demokrasi terlibat yang melibatkan semua elemen dalam proses dan evaluasi politik pembangunan. Demokrasi deliberatif tak hanya mengandalkan lembaga-lembaga politik seperti partai politik, yang dalam cermatan banyak pihak partai politik terkesan sudah berubah menjadi instrumen kooptatif, bahkan cenderung manipulatif,” tegasnya.
Pius menyatakan bahwa deklarasi Komite Penyelenggara Referendum Konstitusi NTT akan digelar pada 21 Juni 2021, yang bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Jokowi.