TIKTAK.ID – Peneliti Politik sekaligus pendiri Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), Saiful Mujani menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) memprioritaskan pembangunan ekonomi dalam agenda kerjanya.
Saiful sebenarnya setuju dengan prioritas Jokowi itu. Namun ia mengkritisi tentang cara yang ditempuh Jokowi dalam mencapai tujuan tersebut. Ia mengatakan, jika diperhatikan, lebih dari 70% pernyataan Jokowi berbicara mengenai pembangunan ekonomi.
Saiful menyampaikan hal itu dalam acara “Tadarus Demokrasi Bertajuk Ekonomi dan Demokrasi” yang digelar pada Sabtu (1/5/21).
“Sangat sedikit bicara terkait perlunya pembangunan demokrasi kalau kita perhatikan. Jadi apa yang ada di dalam kepala Pak Jokowi yakni pembangunan ekonomi, kesan saya adalah maka hal-hal yang dianggap menghambat pembangunan ekonomi itu diabaikan atau kalau perlu dilangkahi,” ujar Saiful, seperti dilansir Tribunnews.com.
Menurut Saiful, begitu Jokowi memasuki gelanggang politik, maka demokrasi di Indonesia sudah mengalami kemunduran. Terutama, kata Saiful, dalam hal civil liberty, kebebasan berpendapat, serta kebebasan berserikat.
Selain itu, Saiful juga menyoroti langkah yang dilakukan Pemerintahan Jokowi dengan membubarkan ormas Front Pembela Islam (FPI) atau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pasalnya, ia menyatakan membubarkan dua ormas tersebut bagi orang yang memandang kebebasan sebagai indikator, merupakan langkah yang bermasalah.
“Jika mereka melakukan tindakan kriminal, ya tangkap saja, dan diadili, bukan malah membubarkan organisasinya. Demikian memang ada banyak kasus yang menunjukkan kebebasan sipil kita memang menurun,” tutur Saiful.
Kemudian Saiful menyebut demokrasi saat ini telah terkontaminasi politik identitas. Ia menganggap tidak hanya terhadap komunitas agama tertentu, melainkan hal itu juga terjadi di berbagai komunitas atau golongan lain dalam bermasyarakat, yang mengakibatkan polarisasi.
“Contohnya pada kasus Ahok. Masyarakat mungkin mengakui kinerja Ahok memang bagus, tetapi mereka tidak mau karena ada politik identitas itu,” ucap Saiful.
Saiful menegaskan bahwa semua itu terjadi karena Presiden Jokowi yang lebih fokus terhadap aspek pembangunan ekonomi, bukan demokrasi. Ia juga menduga kondisi itu diperkuat dengan minimnya kritik dari kubu oposisi, sehingga membuat check and balances menjadi berkurang.