TIKTAK.ID – Seorang tentara Myanmar membelot dan bergabung dengan kelompok demonstran anti kudeta militer. Dengan mengenakan seragam tentara, Shing Ling memberi hormat tiga jari yang diposting di media sosial.
Tentara berusia 30 tahun itu memposting gambar di Facebook pada minggu lalu ketika tentara melakukan tindakan kekerasan yang semakin mematikan terhadap pengunjuk rasa, tulis Frence24, Selasa (16/3/21).
Postingannya itu mendapat lebih dari seribu share dan banyak komentar yang memuji keberaniannya, sebelum profilnya menjadi pribadi.
Sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dari kekuasaannya melalui kudeta 1 Februari, lebih dari 180 orang tewas di tangan polisi dan tentara yang menyerang demonstran dengan mengerahkan gas air mata, granat kejut, peluru karet, dan peluru tajam. Hampir setiap hari tindakan kekerasan terhadap demonstran anti-kudeta terus terjadi di Myanmar.
“Saya merasa sangat bersalah dan malu sejak 1 Februari,” kata Shing Ling kepada AFP dari tempat persembunyiannya di Yangon.
Meskipun merasa “terkejut” dengan penahanan Suu Kyi, kekerasan di kotapraja Okkalapa Utara Yangon pada awal Maret, merupakan satu hal yang menjadi alasan baginya untuk bergabung dengan gerakan perlawanan melawan kudeta militer nasional.
“Saya ditempatkan sangat dekat dengan Okkalapa Utara, jadi senjata saya dapat menembak orang yang tidak bersenjata,” katanya. “Saya tidak bisa membiarkan itu terjadi. Itu sebabnya saya memutuskan untuk bergabung.”
Di akun Instagram publiknya, tentara etnis Chin itu memposting foto dirinya mengenakan seragam militer sejak Oktober 2018.
Dalam postingan terbarunya, dia membagikan foto dirinya yang memberikan hormat tiga jari setelah bergabung dengan masyarakat sipil yang melakukan boikot nasional dengan para pegawai negeri yang menolak untuk bekerja di bawah rezim junta.
Shing Ling adalah seorang yatim piatu dari negara bagian Chin di Myanmar barat. Ia mengatakan bergabung dengan akademi militer saat remaja untuk menjadi bagian dari organisasi yang terasa seperti keluarga.
“Kami seperti saudara dan kami ramah satu sama lain -saya bahagia di sana, serasa di rumah sendiri,” katanya.
Tetapi kekecewaan muncul setelah rezim junta sebelumnya melonggarkan cengkeramannya pada kekuasaan pada tahun 2011, membuka Myanmar bagi dunia dan memungkinkan terjadinya revolusi komunikasi dan internet.
Tentara itu mengatakan dia belajar tentang politik dari Facebook -platform media sosial paling populer di Myanmar- lewat diskusi yang memperluas perspektifnya tentang peran militer dalam masyarakat.
Selama pemilihan umum pertama yang diperebutkan secara demokratis pada tahun 2015, Shing Ling memilih Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi, meskipun ia kemudian beralih kesetiaan ke partai yang lebih rendah setelah gagal memenuhi harapannya.
“Teman-teman saya yang lain di militer tidak berani memilih (untuk NLD) karena mereka takut jika mereka melakukannya, perwira senior mereka tidak akan menyukainya,” katanya kepada AFP.
Sejak mengumumkan pembelotannya dari militer di Facebook, tentara muda itu memutuskan hubungan dengan batalionnya, mengubah penampilan dan kartu SIM selulernya, dan sekarang tinggal di lokasi rahasia di Yangon, pusat komersial yang luas di negara itu.
Ia mengatakan bahwa dirinya sadar bahwa pada akhirnya junta akan menemukannya.
“Saya siap untuk yang terburuk,” tambahnya.
Akan tetapi kesedihan mendalam yang dia rasakan ketika melihat tindakan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata telah memperkuat tekadnya, dan dia ingin semua mantan rekannya menjawab pertanyaan: “Jika Anda harus memilih antara militer dan negara, mau pilih yang mana?”
Meski ada beberapa laporan tentang pembelotan polisi dan tentara, tetap jarang bagi mereka untuk secara terbuka mengumumkan perubahan kesetiaan saat masih di Myanmar, karena takut akan pembalasan.
Bagi tentara, hukuman untuk desersi adalah hukuman mati, menurut hukum militer.
Hampir 200 petugas polisi dan keluarganya telah melarikan diri dari negara itu sejak kudeta. Sebagian dari polisi yang membelot menyeberang ke negara bagian Mizoram, India timur laut, menurut pejabat keamanan India.