TIKTAK.ID – China pada Jumat (2/10/20) menuduh Amerika Serikat “memproduksi kebohongan” dan mencoba membawa dunia kembali ke “Era Hukum Rimba” setelah Washington menyalahkan Beijing dan Badan-badan PBB atas “pembunuhan jutaan bayi perempuan”.
Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) pada Jumat itu mengatakan menyesali tuduhan Menteri Pendidikan Amerika Betsy DeVos, yang disampaikan dalam pertemuan Majelis Umum PBB pada Kamis sebelumnya saat peringatan yang sangat penting, yaitu peringatan Konferensi Wanita 1995.
Direktur Eksekutif UNFPA, Natalia Kanem mengatakan kepada wartawan bahwa pemaksaan apa pun terhadap wanita “bertentangan dengan praktik dan kebijakan kami”, tulis Reuters.
“Kami memberikan prioritas tertinggi pada kesehatan, hak, dan prosedur seksual dan reproduksi secara sukarela,” katanya. “Kami telah mengundang peninjauan, dalam kasus UNFPA, praktik dan prosedur kami di negara China, dan selama empat tahun terakhir, Amerika Serikat belum mengunjungi program kami.”
Sebelumnya, pada 2017 Pemerintahan Presiden AS Donald Trump memotong dana untuk UNFPA, dengan mengatakan bahwa Badan itu “mendukung … program aborsi paksa atau sterilisasi paksa”. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan itu adalah persepsi yang tidak tepat.
Seorang Jubir misi PBB China di New York mengatakan pernyataan itu “bohong”.
“Beberapa politisi AS berbohong dan menipu sebagai kebiasaan. Mereka dengan jahat menciptakan konfrontasi politik dan merusak kerja sama multilateral,” kata Jubir tersebut.
“Amerika Serikat, melawan tren zaman, menjadi penghancur terbesar tatanan internasional yang ada dan mencoba segala cara untuk membawa dunia kembali ke Era Hukum Rimba.”
DeVos dan Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo, yang mengeluarkan pernyataan pada hari Kamis, keduanya menuduh China memaksa Uighur dan minoritas lainnya untuk melakukan aborsi, sterilisasi, dan implantasi perangkat kontrasepsi.
Ketegangan antara China dan Amerika terus berlanjut. Keduanya berulang kali saling lempar tuduhan, mulai dari soal perdagangan, teknologi, dan yang terakhir terkait dengan pandemi virus Corona.
Terkait hal terakhir ini mencapai titik didihnya di PBB, menyoroti upaya Beijing untuk menciptakan pengaruh multilateral yang lebih besar sebagai tantangan untuk kepemimpinan tradisional Washington.