TIKTAK.ID – Seorang pejabat senior Iran mengatakan peringkat akseptabilitas Presiden AS, Donald Trump telah menurun tajam selama beberapa bulan terakhir masa pemerintahannya.
Kepala Staf Kantor Kepresidenan Iran, Mahmoud Vaezi mengatakan Trump sedang berjuang untuk keluar dari krisis ini.
“Trump mencoba keluar dari situasi ini dengan memainkan permainan menyalahkan dan menggunakan ancaman”, katanya dalam sebuah tweet.
“Lewatlah sudah hari-hari unilateralisme, dan komunitas internasional tidak akan menyerah lagi pada intimidasi dan tekanan AS”, lanjutnya.
“Hari ini, terlepas dari sikap tegas China, Rusia dan negara-negara Eropa terhadap langkah AS untuk memicu mekanisme snapback, Menteri Luar Negeri AS belum belajar dari kekalahan memalukan Washington baru-baru ini dan mengancam anggota Dewan Keamanan PBB untuk bergabung dengan AS menggunakan alasan hukum yang tidak masuk akal,” katanya.
Washington bersikeras mengaktifkan Snap Back menyusul kegagalannya yang memalukan untuk memperpanjang embargo senjata Iran pekan lalu. Saat itu, hanya Republik Dominika yang menyetujui draf resolusi AS di Dewan Keamanan.
Seperti diketahui, Snap Back atau Mekanisme Pelatuk diharapkan oleh AS melalui Dewan Keamanan PBB dapat berfungsi efektif untuk menghidupkan kembali semua resolusi sanksi atas Iran, yang ditangguhkan menyusul terjalinnya kesepakatan nuklir (JCPOA) Iran dengan kelompok yang disebut 5+1.
Menurut laporan Reuters, dalam rentang waktu 24 jam usai Mike Pompeo mengajukan permintaan pengaktifan Snap Back, 13 dari 15 negara anggota DK PBB menyatakan penentangan mereka.
Inggris, Prancis, Jerman, Belgia, China, Rusia, Vietnam, Niger, Saint Vincent and the Grenadines, Afrika Selatan, Indonesia, Estonia, dan Tunisia mengirimkan surat protes ke DK PBB dan menolak permintaan AS. Inilah bukti bahwa semua langkah Trump dan pemerintahannya tak lagi dengan mudah bisa diterima. Bahkan hanya satu anggota yang sepakat, yaitu Republik Dominika.
Dalam surat protes tersebut, negara-negara penentang menegaskan bahwa permintaan AS tidak masuk akal, karena Washington sudah keluar dari JCPOA.