TIKTAK.ID – Para ilmuwan dari Cleveland Clinic menemukan gejala baru dari infeksi virus Corona yang disebut dengan “sindrom patah hati”. Meski bukan gejala langsung, namun sindrom tersebut cukup banyak terjadi di masa pandemi ini.
Dalam dunia medis, “sindrom patah hati” juga dikenal dengan sebutan “stress cardiomyopathy”. Kondisi tersebut terjadi ketika tekanan fisik atau emosional mengakibatkan disfungsi atau kegagalan pada otot jantung.
Dilansir Kompas.com, sindrom ini memiliki gejala yang mirip dengan serangan jantung, yakni nyeri dada dan sesak napas. Gejala lainnya yakni detak jantung tidak teratur, tekanan darah rendah, dan hilangnya kesadaran.
Para ahli mengatakan sindrom ini terjadi akibat reaksi seseorang terhadap peristiwa stres secara fisik atau emosional. Reaksi itu kemudian membuat tubuh melepaskan hormon stres yang mengurangi kemampuan jantung untuk memompa darah, sehingga memicu kontraksi dan membuat detak jantung kurang efisien atau tidak teratur. Oleh sebab itu, kondisi ini juga diberi istilah “sindrom patah hati”.
Pandemi Covid-19 ini tentu membuat banyak orang mengalami stres. Entah karena khawatir terinfeksi, kehilangan pekerjaan, kesulitan menyeimbangkan kehidupan pribadi dan pekerjan, atau physical distancing yang membuat banyak orang mengalami isolasi sosial. Pendeknya, terdapat banyak faktor yang memicu stres selama pandemi.
Ahli jantung sekaligus pemimpin riset, Ankur Kalra, menyatakan faktor-faktor tersebut bisa memicu stres kardiomiopati pada pasien Covid-19.
“Stres memiliki efek fisik pada tubuh dan hati kita, sebagaimana dibuktikan dengan semakin meningkatnya diagnosis stres kardiomiopati yang kita alami,” terang Kalra.
Dalam riset ini, peneliti pun mengamati 1.656 pasien yang mengalami “sindrom patah hati” akut selama empat periode prapandemi, yakni Maret-April 2018, Januari-Februari 2019, Maret-April 2019 dan Januari-Februari 2020.
Selanjutnya peneliti membandingkan hasil analisis data dengan temuan yang mereka dapat usai menganalisis 258 pasien yang mengalami kondisi serupa di masa pandemi, yakni pada 1 Maret hingga 30 April 2020.
Berdasarkan hasil riset, terbukti adanya peningkatan stres kardiomiopati selama masa pandemi.
Data riset juga melaporkan sekitar 7,8 persen pasien positif Covid-19 mengalami “sindrom patah hati”. Padahal, tingkat stres kardiomiopati selama empat periode prapandemi hanya 1,5 hingga 1,8 persen, yakni antara lima hingga 12 pasien per periode.
Peneliti menjelaskan, cara terbaik untuk mengatasi kondisi ini adalah dengan berfokus pada perawatan diri, terutama untuk pasien yang rentan terhadap tingkat stres.